Senin 28 Oct 2024 10:24 WIB

LPS Tanggapi Keinginan Pemerintah Indonesia Bergabung dengan BRICS

Purbaya mengingatkan pentingnya menjaga keseimbangan dalam mengambil keputusan ini.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Fernan Rahadi
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa dalam konferensi pers tingkat bunga penjaminan (TBP), Selasa (30/1/2024).
Foto: Republika/Rahayu Subekti
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa dalam konferensi pers tingkat bunga penjaminan (TBP), Selasa (30/1/2024).

REJOGJA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia telah resmi mengajukan permintaan keanggotaan untuk bergabung dengan aliansi BRICS. Permintaan itu disampaikan Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Sugiono yang menghadiri KTT BRICS Plus di Kazan, Rusia pada 22-24 Oktober 2024.

Menaggapi keputusan itu, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa menilai pentingnya mempertimbangkan dampak positif dan negatif dari bergabung dengan BRICS. Indonesia, lanjut Purbaya, perlu mempertimbangkan posisi apa yang nantinya akan dipilih.

Baca Juga

“Itu (keputusan bergabung BRICS) terserah keputusan pemerintah yang sekarang, tapi saya perkirakan harus dihitung dampak negatif dan positifnya, harus dipertimbangkan dengan hati-hati. Karena ada dampak positif, ada dampak negatif. Karena, kalau kita lihat lawannya BRICS (negara) Barat. Kira-kira, kita (Indonesia) di posisi mana? Apakah kita unaligned seperti jaman dulu non-block? Apa kita timur, apa barat?,” ujarnya saat ditemui di Jakarta, Sabtu (26/10/2024).

Ia pun mengingatkan pentingnya menjaga keseimbangan dalam mengambil keputusan ini. "Saya pikir keputusan itu harus dipertimbangkan dengan baik, supaya dampaknya kita balance seimbang gitu (terutama dampak untuk perekonomian Indonesia),” tambahnya.

Dalam keterangan resminya, Menlu RI Sugiono menjelaskan, terdapat alasan lain mengapa Indonesia akhirnya memutuskan bergabung dengan BRICS. "Kita juga melihat prioritas BRICS selaras dengan program kerja Kabinet Merah Putih, antara lain terkait ketahanan pangan dan energi, pemberantasan kemiskinan, ataupun pemajuan sumber daya manusia," ucapnya.

Lewat BRICS, kata Sugiono, Indonesia ingin mengangkat kepentingan bersama negara-negara berkembang atau Global South. "Kita lihat BRICS dapat menjadi kendaraan yang tepat untuk membahas dan memajukan kepentingan bersama Global South. Namun kita juga melanjutkan keterlibatan atau engagement kita di forum-forum lain, sekaligus juga terus melanjutkan diskusi dengan negara maju," kata Sugiono.

Saat berpartisipasi dalam KTT BRICS Plus, Sugiono juga menyampaikan pesan Presiden Prabowo Subianto tentang anti penjajahan dan penindasan. Terkait hal itu, ia menekankan komitmen dan solidaritas Indonesia untuk perdamaian global.

Menlu pun menggarisbawahi situasi yang berlangsung di Palestina dan Lebanon. "Indonesia tidak dapat berdiam diri saat kekejaman ini terus berlanjut tanpa ada yang bertanggung jawab," ujar Sugiono.

Indonesia menyerukan gencatan senjata dan penegakkan hukum internasional, serta pentingnya dukungan berkelanjutan untuk pemulihan Gaza. BRICS dibentuk pada 2009 atas inisiatif Rusia. Tujuan awal pembentukannya adalah mengembangkan kerja sama komprehensif di antara anggotanya.

Negara itu mencakup Brasil, Rusia, India, Cina dan Afrika Selatan. Namun BRICS memutuskan melakukan ekspansi dan sudah menerima lima anggota baru. Mereka adalah Arab Saudi, Iran, Uni Emirat Arab, Ethiopia, dan Mesir. Selain Indonesia, Malaysia dan Turkiye juga tertarik bergabung BRICS.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement