REJOGJA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Anggota DPR RI, Rieke Diah Pitaloka menjelaskan bahwa dalam dua dekade terakhir, oligarki dan kartel politik telah menggerogoti fondasi demokrasi Indonesia. Ia menyoroti bagaimana partai politik seharusnya menjadi alat pendidikan politik dan jalur bagi warga negara untuk berpartisipasi dalam demokrasi deliberatif.
"Peran partai politik sangat krusial dalam memulihkan demokrasi yang terdegradasi, serta membangkitkan semangat reformasi yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme," kata Rieke saat menjadi pembicara pada Seminar Nasional dengan tema 'Gerakan Politik Kewargaan Kampus untuk Merespons Regresi Demokrasi, Disrupsi Digital, dan Krisis Ekologi' untuk memperingati Dies Natalis ke-69 Fisipol UGM, di Auditorium Lt. 4 Fisipol UGM, Kamis (19/9/2024).
Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Bivitri Susanti menggarisbawahi krisis konstitusional-demokratik yang diakibatkan oleh regresi demokrasi. Ia menyoroti pengesahan sejumlah produk hukum kontroversial, seperti RKUHP, revisi UU KPK, dan UU Cipta Kerja, yang dinilai mencederai prinsip-prinsip demokrasi dan kebebasan berpendapat.
"Kita melihat bagaimana lembaga-lembaga negara seperti eksekutif, legislatif, dan yudikatif digunakan untuk merusak fondasi demokrasi. Kondisi ini memerlukan roadmap jangka panjang untuk memperkuat penegakan konstitusi di masa depan,” ujar Bivitri.
Sementara itu, Sosiolog UGM Arie Sujito, mengurai tantangan disrupsi digital dan krisis ekologi yang dihadapi Indonesia. Ia menjelaskan bagaimana kerja-kerja digital, seperti gig economy, seringkkali menjadi sistem eksploitasi baru akibat kurangnya regulasi dan perlindungan pekerja. Arie juga mengkritisi program pembangunan ekstraktif pemerintah yang sering kali mengabaikan kelestarian lingkungan, menyebabkan bencana ekologis seperti banjir, tanah longsor, dan polusi.
Seminar ini menekankan peran penting kampus, khususnya universitas, dalam meradikalisasi gerakan politik kewargaan. Arie menegaskan bahwa universitas harus menjadi pusat gerakan politik yang bertujuan membangun kesadaran kritis terhadap isu-isu regresi demokrasi, disrupsi digital, dan krisis ekologi. “Gerakan politik kewargaan kampus perlu diperkuat sebagai respons terhadap ketiga masalah besar ini. Universitas harus menjadi ruang untuk pendidikan politik dan penciptaan solusi,” ujar Arie yang juga Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian Masyarakat dan Alumni tersebut.