Rabu 18 Sep 2024 15:42 WIB

Persahabatan dalam Perbedaan Keimanan, Aktualisasi Semboyan Bhinneka Tunggal Ika

Keberagaman yang terawat adalah harta yang tak ternilai harganya.

Red: Fernan Rahadi
Umat Katolik mengikuti misa akbar di Stadion Madya, kompleks Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta, Kamis (5/9/2024). Misa akbar yang dihadiri oleh hampir 90 ribu umat Katolik tersebut dipimpin langsung oleh Pemimpin Gereja Katolik Dunia yang juga Kepala Negara Vatikan Paus Fransiskus yang berlangsung pukul 17.00 -19.00 WIB.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Umat Katolik mengikuti misa akbar di Stadion Madya, kompleks Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta, Kamis (5/9/2024). Misa akbar yang dihadiri oleh hampir 90 ribu umat Katolik tersebut dipimpin langsung oleh Pemimpin Gereja Katolik Dunia yang juga Kepala Negara Vatikan Paus Fransiskus yang berlangsung pukul 17.00 -19.00 WIB.

REJOGJA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam kunjungannya, Paus Fransiskus menyempatkan mampir ke Masjid Istiqlal, yang jaraknya berdekatan dengan Gereja Katedral Jakarta. Keakraban yang ditunjukkan Paus Fransiskus dengan Prof Nasaruddin Umar selaku Imam Masjid Istiqlal dianggap menjadi simbol inklusivitas umat beragama di Indonesia.

Menyoroti kerukunan yang ditunjukkan oleh kedua tokoh besar yang berbeda agama ini,  Staf Khusus Dewan Pengarah BPIP Antonius Benny Susetyo menjelaskan bahwa hal ini harus menjadi contoh bagi umat beragama lainnya untuk tetap menjalin kerukunan dalam perbedaan. Pria yang akrab dengan sapaan Romo Benny ini menyatakan bahwa Paus Fransiskus sangat takjub dengan persatuan Indonesia yang dibangun di atas kemajemukan yang ada.

“Meskipun ada perbedaan, karena kita terdiri dari 714 suku etnis, kita bisa hidup berdampingan, saling menghargai, dan saling menerima perbedaan itu. Ini yang sebenarnya Paus Fransiskus katakan di dalam perjumpaan dengan Bapak Presiden Joko Widodo dan pertemuannya di Istiqlal, agar umat beragama saling membangun kerjasama, membangun persaudaraan, dan meningkatkan kesadaran bersama untuk membangun kebahagiaan bersama,” terang Romo Benny di Jakarta, Selasa (10/9/2024).

Dirinya mengatakan bahwa persahabatan yang ditunjukkan oleh Prof Nasaruddin Umar dan Paus Fransiskus merupakan momen berharga yang patut disyukuri. Perjumpaan kedua tokoh besar ini, walaupun singkat, dapat menunjukkan betapa indahnya kemajemukan jika dikelola dengan baik. 

Romo Benny yang juga berkiprah sebagai Sekretaris Dewan Nasional Setara Institute ini menyitir pesan Paus Fransiskus terhadap Indonesia, bahwa keberagaman yang terawat adalah harta yang tak ternilai harganya. Prinsip Bhinneka Tunggal Ika, yang sejatinya telah dikenal sejak lama oleh bangsa Indonesia, dianggap sangat berharga oleh Paus ke-266 ini, bahkan jika dibandingkan oleh emas sekalipun.

Membahas persoalan tentang bagaimana perspektif agama Katolik dalam melihat hubungan atau relasi dengan umat dari agama lain, Romo Benny menekankan bahwa siapapun bisa bersahabat dengan orang dari latar belakang apapun. Dirinya menilai, perbedaan keimanan jangan menjadi batasan dalam menjalin persahabatan. Selama didasarkan pada nilai toleransi, persahabatan akan menemukan jalannya untuk hadir dalam hubungan antar manusia.

“Persahabatan antara Imam Masjid Istiqlal dan Paus Fransiskus tidak melanggar peraturan dari agama Katolik. Persahabatan antarumat beragama kita lihat sebagai fenomena yang manusiawi saja, justru agama seharusnya mengajarkan persaudaraan, bukan permusuhan,” imbuhnya. 

Dirinya pun berharap agar masyarakat Indonesia semakin terbuka dalam menjalin persahabatan. Hubungan persahabatan harus didasarkan pada ketulusan, kejujuran, dan keterbukaan, sehingga para pihak yang saling bersahabat sama-sama mendapatkan kehormatan. Dengan demikian, semua bisa saling mengangkat harkat dan martabatnya sebagai manusia, tanpa harus menunggalkan perbedaan yang ada secara paksa. 

“Dan itu yang sebenarnya dikatakan oleh Bung Karno, ketuhanan yang berkebudayaan, yang welas asih saling menolong, saling memberi, dan saling bela rasa,” tambah Romo Benny.

Romo Benny juga mendorong agar apabila terjadi konflik antarumat beragama, maka diplomasi dan komunikasi yang baik harus dikedepankan. Diplomasi itu bisa dibumikan lewat kerjasama di dalam memajukan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan keutamaan di dalam membangun peradaban manusia Indonesia.

“Maka dialog budaya menjadi sangat penting di sini. Di mana dengan keragaman budaya itu kita bisa mencari titik temu, kebersamaan, dan mencari formula yang tepat. Dalam dialog itu kita bisa mewujudkan apa dikatakan Bung Karno, Indonesia harus menjadi tamansari dunia. Meskipun kita berbeda suku, etnis, agama, keturunan, tetapi kita tetap menjadi bangsa yang mengutamakan nilai-nilai cinta kasih, kemanusiaan, dan kerjasama,” ungkapnya.

Romo Benny memiliki harapan agar kerukunan dan persahabatan yang ditunjukkan oleh Paus Fransiskus dan Prof Nasaruddin Umar dapat menjadi panutan bagi tokoh agama lainnya. Hal ini akan berimbas pada umat beragama di akar rumput, sehingga mereka menjadi lebih rukun dan mampu menjiwai konsep perdamaian dalam keberagaman.

“Kita berharap keteladanan Paus Fransiskus dan Imam Besar Istiqlal Prof. Nasaruddin itu menjadi role model bagi para tokoh-tokoh agama dan umat beragama untuk saling memberi, saling menerima perbedaan dan keragaman, serta terus menerus menjaga kemajemukan bangsa Indonesia," kata Romo Benny.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement
Advertisement
Advertisement