Selasa 06 Aug 2024 13:06 WIB

Yogyakarta Gamelan Festival Adakan Lokakarya dengan Metode Sariswara

Cak Lis menekankan pentingnya tepo sliro dalam aktivitas nembang.

Rep: Fiona Arinda Dewi/Wuni Khoiriyah Azka/ Red: Fernan Rahadi
Lokakarya Yogyakarta Gamelan Festival (YGF)
Foto: Wuni Khoiriyah Azka
Lokakarya Yogyakarta Gamelan Festival (YGF)

REJOGJA.CO.ID, YOGYAKARTA — Lokakarya Yogyakarta Gamelan Festival (YGF) digelar di Pendopo Gayam16, Yogyakarta pada 5-7 Agustus 2024. YGF ke-29 menjadi salah satu festival yang mencampurkan antara pemain dan pecinta gamelan.

Listyo Hari Krisnarjo, atau yang akrab dipanggil Cak Lis sebagai pengelola laboratorium Sariswara dan Taman Kesenian menjelaskan konsep pendidikan berbasis kesenian menggunakan metode Sariswara yang dipelopori oleh Ki Hajar Dewantara. Metode ini menggunakan kembang tembang, termasuk permainan nembang "Kacang Goreng," untuk menciptakan suasana belajar yang penuh kegembiraan.

Cak Lis menekankan pentingnya tepo sliro, yaitu saling merasakan, dalam aktivitas nembang. “Misalnya saat menepuk teman, kita harus bisa merasakan apakah tepukan kita terlalu keras atau tidak,” jelasnya, Senin (5/8/2024).

Hal ini mengajarkan seseorang untuk peka terhadap perasaan orang lain. Selain itu, kecepatan dalam bermain tembang juga dianggap penting karena dapat memunculkan suasana gembira dan semangat.

“Dengan kecepatan yang meningkat, kegembiraan semakin terasa dan semangat pun tumbuh,” kata Cak Lis.

Metode Sariswara juga menekankan pemanfaatan kesenian sebagai alat pendidikan, tidak hanya untuk mengolah rasa tetapi juga untuk aspek intelektual.

Terdapat dua model dalam metode ini: pasif dan aktif. Model pasif menggunakan cerita atau legenda lokal untuk mengajarkan konsep matematika, seperti menghitung luas lingkaran melalui cerita naga yang harus memutari Gunung Merapi. Model aktif melibatkan tembang-tembang dolanan anak yang mengajarkan angka dan keterampilan lain.

Konsep Sariswara memiliki tiga pilar yang dikenal sebagai Tri Hayu yaitu pertama, Among System yang bertujuan untuk menjadikan peserta didik sebagai manusia yang bermanfaat. Kedua, Paguron yaitu mereplikasi cinta kasih keluarga dalam proses belajar, dan ketiga Tri Sentra, yaitu kolaborasi antara keluarga, sekolah, dan masyarakat dalam pendidikan.

Metode ini menggunakan kesenian untuk pendidikan olah rasa, namun tidak terlepas dari aspek intelektual. Misalnya, soal cerita dalam model pasif bisa digunakan untuk menyerap kearifan lokal dengan dongeng atau legenda.

Program Director lokakarya, Ariwulu, menjelaskan bahwa tujuan utama dari lokakarya gamelan ini adalah untuk memperkenalkan gamelan kepada peserta yang belum pernah memainkannya.

Selama tiga hari, peserta akan diajarkan gamelan dengan metode Sariswara. Hasilnya akan dipentaskan pada konser gamelan tanggal 9 Agustus 2024.

“Lokakarya ini terbuka untuk semua umur, meskipun kuotanya terbatas untuk 20 orang. Saat ini, sudah ada 17 peserta yang terdaftar, termasuk beberapa dari luar negeri. Materi yang dibahas mencakup pengenalan pada hari pertama, pendalaman pada hari kedua, dan praktek pada hari ketiga," ujarnya

Selain lokakarya gamelan, YGF 2024 juga menyelenggarakan berbagai program lainnya, seperti Rembug Budaya pada 6 Agustus 2024, konser gamelan pada 8-10 Agustus 2024, dan Gaung Gamelan pada 11 Agustus 2024.

Semua program ini bertujuan untuk mempromosikan dan melestarikan seni gamelan serta memperkenalkan metode pendidikan inovatif seperti Sariswara kepada masyarakat luas.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement