Oleh : Irkhamiyati, M.IP (Kepala Perpustakaan Unisa Yogyakarta)
REJOGJA.CO.ID, Bicara tentang sampah, maka yang terbayang adalah sesuatu yang kotor, bau, dan menjijikkan. Sampah menjadi berbagai sumber masalah. Darurat sampah terjadi di mana-mana.
Wilayah pedesaan yang masih memiliki area kosong pun sekarang sudah bermasalah dengan sampah. Apalagi wilayah perkotaan yang sudah padat untuk area pemukiman, industri, perkantoran, dan sebagainya. Hal tersebut menjadikan Indonesia masuk dalam catatan buruk dalam pengelolaan sampah, bahkan masuk peringkat kedua.
Jalan-jalan di tepi persawahan kini tak seindah dulu. Jalan di pinggir sawah di beberapa tempat tampak dipenuhi oleh tumpukan sampah yang sengaja dibuang sembarangan. Selokan yang mengalirkan air ke sawah banyak tersumbat sampah. Lahan kosong yang sering dilewati kendaraan tak luput sebagai sasaran pembuangan sampah liar. Begitu pula di pinggiran jalan besar di jalan tingkat provinsi di wilayah DIY, tumpukan sampah terlihat di mana-mana.
Pada tahun 2023 ada kebijakan penutupan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah wilayah Yogyakarta. Jumlah kuota sampah yang masuk dan terbatasnya area penampungan menjadi penyebab penutupan tersebut. Penutupan itu membuat masyarakat gelisah.
Bayangkan saja ketika lokasi pemukiman perumahan ataupun rumah di pedesaan dan perkotaan yang tidak punya lahan untuk mengelola sampah, maka orang akan bingung ke mana akan membuang sampah. Belum lagi toko-toko, perkantoran, dan area publik lainnya, ke mana akan membuang sampah jika TPA ditutup.
Pemerintah sudah mengeluarkan UU pengelolaan sampah melalui UU Nomor 18 Tahun 2008. Dalam pelaksanaannya, pengelolaan sampah masih menjadi masalah di masyarakat. Maraknya pembuangan sampah di berbagai daerah, meskipun sudah diikuti dengan berbagai rambu-rambu ancaman hukuman, belum membuat jera pelakunya. Begitu pula dengan Tempat Pembuangan Akhir sepertinya belum dikelola maksimal. Sampah yang masuk seakan hanya ditumpuk menjadi gunung sampah saja, belum diberdayakan lebih lanjut.
Beberapa kabupaten dan kotamadya di Yogyakarta sudah mengeluarkan berbagai kebijakan selama TPA ditutup. Kabupaten Sleman membuat tempat pembuangan sampah sementara, dengan kuota terbatas.
Kabupaten Bantul menetapkan status darurat pengelolaan sampah, yang mengatur pengurangan dan penanganan sampah. Kota Yogya mengeluarkan kebijakan 'Mbah Dirjo' yaitu Mengolah Limbah dan Sampah dengan Biopori ala Jogja'.
Berbagai upaya pengelolaan sampah melalui reduce, reuse, dan recycle, belum merata dan maksimal di seluruh lapisan masyarakat. Nyatanya pemberlakuan kantong plastik di tempat perbelanjaan seolah hanya hangat di awal saja. Kondisi tersebut masih terlihat di beberapa pusat perbelanjaan saat ini.
Upaya menyadarkan akan pengelolaan sampah harus dilakukan secara kontinyu bagi seluruh lapisan masyarakat. Sekolah, perguruan tinggi, perkantoran, tempat ibadah, menjadi tempat strategis untuk menyampaikan imbauan dan sosialisasi serta ajakan pengelolaan sampah yang benar.
Meskipun demikian, harus diimbangi dengan peran nyata pemerintah dalam menanggulangi darurat sampah di berbagai wilayah ini. Apabila masalah sampah tidak diatasi dengan serius, maka musibah akibat sampah, suatu saat akan menjadi bom waktu.
Sampah bisa menimbulkan berbagai masalah, seperti: polusi udara, dengan baunya yang menyengat; polusi lingkungan, dengan aliran air akibat limbahnya dan banjir; sampah sebagai sumber penyakit; dan menjadi pemandangan yang tidak mengenakkan.
Islam adalah agama yang sempurna. Urusan sampah, sebagai bagian dalam melestarikan lingkungan juga diatur di dalam Alquran. Dalam surat Al Baqoroh ayat 11 disebutkan "Apabila dikatakan kepada mereka, janganlah berbuat kerusakan di bumi mereka menjawab, sesungguhnya kami hanyalah orang-orang yang melakukan perbaikan."
Ayat lain yang mempertegasnya menyebutkan bahwa "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS Ar Rum: 41)
MUI sebagai lembaga bagi umat Islam di Indonesia juga mengeluarkan fatwa pengelolaan sampah. Fatwa MUI Nomor 41 Tahun 2014 menyampaikan bahwa membuang sampah sembarangan haram hukumnya.
Gerakan literasi sampah perlu terus digalakkan. Penyadaran agar orang menjadi melek sampah menjadi tanggung jawab semua pihak. Langkah konkrit pengelolaan sampah di luar negeri patut menjadi contoh bagi kita. Contohnya di Swedia yang berhasil merubah sampah menjadi energi dan sebagai bahan konstruksi jalan.
Jepang mengklasifikasi sampah secara detail, sehingga bisa mengubahnya menjadi barang lain yang bisa dimanfaatkan. Hongkong dan Uganda menyulap tempat pembuangan sampah menjadi tempat bermain yang sehat dan nyaman, dan Korea merubah sampah menjadi sumber energi listrik.
Gerakan literasi sampah akan berjalan efektif apabila dilakukan bersinergi lintas sektor. Masyarakat sebagai aktornya, pemerintah sebagai pemegang kebijakan, segenap aparat penegak hukum, dan tokoh agama, sejumlah komunitas harus sejalan untuk terus menyadarkan masyarakat dalam mengelola sampah.
Gerakan literasi sampah bisa dijalankan mulai tingkatan terkecil, dari anak usia PAUD melalui dongeng dan praktik nyata. Penempelan poster dan pamflet di berbagai sudut wilayah pemukiman, perkantoran, dan area publik.
Sosialisasi melalui berbagai media, baik tercetak dan online melalui website dan media sosial, serta media massa, seperti TV dan koran. Sosialisasi melalui tokoh agama, tokoh masyarakat, petugas yang berwenang, dan keluarga merupakan komunitas yang paling berperan dalam gerakan literasi sampah. Melakukan riset dan pengembangan tentang sampah dan memperbanyak publikasi tulisan kepada masyarakat juga penting dalam menggalakkan literasi sampah. Tak kalah pentingnya adalah melakukan aksi nyata dan memberi contoh baik bagi lingkungan di sekitar kita.