REJOGJA.CO.ID, SEMARANG -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah telah melakukan sejumlah langkah-langkah guna menekan laju inflasi akibat dari kenaikan harga komoditas pokok, terutama beras.
Hingga 17 Oktober 2023, total sebanyak 151 ton beras cadangan telah digelontorkan pemprov ke sejumlah daerah dengan tingkat kemiskinan ekstrim.
“Ini salah satu strategi yang dilakukan untuk menekan laju inflasi di Jateng,” ungkap Pj Gubernur Jateng, Nana Sudjana, di Semarang, Kamis (19/10).
Di luar beras, ungkap Nana, sejumlah komoditas pokok seperti gula pasir juga mengalami kenaikan harga. Demikian pula komoditas strategis lainnya, seperti cabai, walaupun persentasenya relatif lebih kecil
Semua itu merupakan jenis komoditas yang menjadi komponen penyumbang inflasi. Oleh karena itu, pemprov perlu mengambil kebijakan strategis untuk menangani kondisi ini.
Di antaranya menggelontorkan cadangan beras ke daerah-daerah yang memiliki tingkat miskin ekstrim dan rawan pangan. Sehingga masyarakat dapat mengakses kebutuhan bahan pangan tersebut dengan harga yang lebih terjangkau.
Selain itu, langkah strategis lain yang dilakukan menggencarkan Gerakan Pangan Murah (GPM) di berbagai daerah. Sampai dengan 6 Oktober 2023, sudah dilaksanakan 445 GPM di 35 kabupaten/kota di Jateng.
Langkah berikutnya adalah memotong rantai distribusi pangan melalui pemberian subsidi transportasi kepada para petani/peternak, kelompok tani/gapoktan serta para pelaku usaha pangan lainnya.
Hingga saat ini, total subsidi transportasi yang telah diberikan telah mencapai Rp 287,709 juta atau setara dengan 204 ton. Pemprov bahkan memberikan subsidi harga pangan untuk mengintervensi harga pangan.
Selain itu juga melakukan pemantauan Penyaluran Bantuan Pangan Pemerintah. "Pemprov punya cadangan beras, ini sudah kami gelontorkan juga di kabupaten/kota untuk menstabilkan harga pangan dan beras,” tegas Nana.
Di luar upaya-upaya ini, ikhtiar untuk mengintervensi lonjakan harga pangan juga dilakukan pemprov dengan memantau dan mengevaluasi distribusi pemasaran hasil panen, khususnya padi.
Sebab berdasarkan data dari Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jateng, pemasaran hasil panen hanya sekitar 20 persen. “Sementara sisanya masuk ke daerah lain dan food station," ungkapnya.
Sehingga ketika Jateng semestinya surplus beras ternyata beras-beras tersebut terkadang sudah diambil oleh para tengkulak.
Ini yang masih menjadi ‘pekerjaan rumah’ (PR) dan ke depan pemprov akan merangkul lebih banyak petani untuk mengendalikan peredaran agar beras Jateng tidak mengalir ke luar daerah.
Selain membuat langkah strategis, evaluasi TPID terus dilakukan secara berkala mulai tingkat provinsi sampai tingkat kabupaten/kota.
Tujuannya untuk memaksimalkan pengendalian inflasi. “Maka, evaluasi ini sangat penting, jadi harus ada langkah konkret, terobosan maupun inovasi untuk menjaga stabilitas harga dan inflasi,” tegas pj gubernur.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jateng, Rahmat Dwi Saputro sebelumnya menyampaikan, pada September 2023 tercatat ada enam kabupaten/kota yang angka inflasinya cukup tinggi.
Bahkan, inflasi yang terjadi di enam daerah tersebut berada di atas inflasi nasional. “Ini sebenanya sudah warning, sudah red color karena disebabkan oleh harga beras, komoditas pokok kita,” ungkapnya.
Oleh karena itu, selain operasi pasar Bank Indonesia Jateng juga menggagas terobosan seperti mendirikan Toko TPID. Bersama dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang, Toko TPID ini sudah diwujudkan di Pasar Kanjengan, Kota Semarang.
“Semoga Toko TPID ini juga bisa direplikasi di lima kabupaten/kota lain yang jamak mencatatkan inflasi tinggi, seperti Kudus, Tegal, Purwokerto, Cilacap, dan Solo,” kata Rahmat.