Jumat 11 Jul 2025 12:09 WIB

Dinkes Terbitkan Alarm Bahaya Usai 5 Warga Yogya Meninggal karena Leptospirosis

Pada 2024 jumlah kasus mencapai 10 dan dua orang meninggal dunia karena leptospirosis

Rep: Wulan Intandari/ Red: Karta Raharja Ucu
Waspada leptospirosis.
Foto: Republika
Waspada leptospirosis.

REJOGJA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Yogyakarta mencatat adanya lonjakan terhadap kasus penyakit Leptospirosis sepanjang Januari hingga Juni 2025. Dari data yang dilansir Republika, tercatat 18 kasus dengan lima di antaranya berujung pada kematian. Sebagai respons kondisi tersebut, Dinkes menerbitkan surat edaran untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap Leptospirosis dan Hantavirus.

Surat edaran yang diterbitkan Dinkes ini juga menindaklanjuti instruksi dari Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta terkait kewaspadaan terhadap potensi Kejadian Luar Biasa (KLB) Leptospirosis dan Hantavirus.

"Kami sudah membuat surat edaran untuk kewaspadaan Leptospirosis (menanggapi lonjakan kasus tersebut -RED)," kata Kepala Bidang Pencegahan Pengendalian Penyakit dan Pengelolaan Data dan Sistem Informasi Kesehatan Dinas Kesehatan, Lana Unwanah, Kamis (10/7/2025).

Jumlah kasus tersebut, kata dia, alami peningkatan jika dibandingkan sepanjang tahun 2024 yang mencatat 10 kasus dengan dua kematian. "Ini baru semester pertama ya, tapi mudah-mudahan tidak ada tambahan," ucapnya.

Lana menyampaikan penularan Leptospirosis terjadi melalui urin tikus yang mengandung bakteri Leptospira. Sedangkan Hantavirus menyebar lewat kontak dengan urin, kotoran, dan air liur tikus yang membawa virus Orthohantavirus.

Menurutnya, penyebab utama kematian pada kasus-kasus tersebut adalah karena keterlambatan pasien dalam mengakses layanan medis. Gejala awal penyakit ini dinilai kurang spesifik, sehingga banyak masyarakat yang tidak menyadari keparahan kondisi mereka.

Adapun gejala Leptospirosis yang dilaporkan antara lain demam, nyeri kepala, nyeri otot terutama pada bagian betis dan paha, mata kuning, iritasi, dan diare. Sementara itu, gejala awal Hantavirus mencakup demam tinggi hingga 39 derajat Celsius, bintik perdarahan di wajah, sakit kepala, nyeri bola mata, kelelahan, nyeri otot, sesak napas, dan jantung berdebar cepat.

"Saat awal terinfeksi memang gejalanya tidak terlalu spesifik. Mirip-mirip dengan gejala infeksi bakteri atau virus lainnya, sehingga pasien abai dan terlambat mengakses layanan kesehatan," ungkapnya.

"Jika mengalami gejala-gejala tersebut, kami harap masyarakat segera memeriksakan diri ke puskesmas atau fasilitas kesehatan tingkat pertama," kata dia menambahkan.

Lebih lanjut, pihaknya juga mengimbau seluruh puskesmas dan rumah sakit untuk memperkuat deteksi dini dan penanganan terhadap dua penyakit tersebut. Salah satu langkah konkret adalah optimalisasi penggunaan Rapid Diagnostic Test (RDT).

Selain sektor kesehatan, Lana mengatakan dinas lain juga diminta aktif mendukung upaya pencegahan. Dinas Lingkungan Hidup misalnya, diharapkan dapat memperbaiki pengelolaan sampah dan limbah organik agar tidak menarik perhatian tikus sebagai hewan pembawa penyakit.

Tak berhenti disitu, upaya pencegahan juga melibatkan peran aktif masyarakat. Beberapa langkah yang disarankan antara lain menyimpan makanan dan minuman secara higienis, rutin membersihkan rumah dari tikus, mencuci tangan dan kaki usai beraktivitas di air, serta selalu mengenakan alas kaki di area berair. Pengelolaan limbah rumah tangga yang benar juga sangat disarankan.

"Melalui SE kewaspadaan Leptospirosis, Pemkot Yogyakarta mengimbau kepada seluruh pihak terkait untuk meningkatkan upaya deteksi, pencegahan dan pengendalian Leptospirosis dan Hantavirus di wilayah Kota Yogyakarta," ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement
Advertisement
Advertisement