Kamis 10 Jul 2025 21:59 WIB

Pacu Jalur: Warisan Budaya Riau yang Kembali Viral, Jejak Sejarah Balap Sampan Sejak Abad 17

Pacu Jalur mendunia karena tarian Rayyan Arkan Dikha.

Red: Karta Raharja Ucu
Ilustrasi penari cilik pacu jalur
Foto: Republika/Daan Yahya
Ilustrasi penari cilik pacu jalur

REJOGJA.CO.ID, RIAU -- Tradisi Pacu Jalur kembali mencuri perhatian publik setelah videonya viral di berbagai platform media sosial. Lomba balap perahu tradisional di Sungai Kuantan, Riau ini bukan hanya sekadar atraksi olahraga, tetapi juga menyimpan nilai sejarah dan budaya yang dalam, yang berakar sejak zaman kolonial Belanda.

Pacu Jalur adalah perlombaan mendayung perahu panjang (jalur) yang dilakukan secara massal oleh puluhan pendayung. Kegiatan ini umumnya digelar di Sungai Kuantan, Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau. Video-video yang beredar di media sosial memperlihatkan ratusan warga memadati tepi sungai sambil menyaksikan deretan perahu kayu yang dihiasi warna-warni saling berpacu dengan irama gendang dan sorakan.

Namun, tak banyak yang tahu bahwa tradisi ini memiliki akar sejarah yang panjang. Dalam catatan sejarah, Pacu Jalur telah ada sejak abad ke-17. Menurut buku "Tradisi Pacu Jalur: Warisan Budaya Tak Benda Masyarakat Kuantan" karya Ahmad Yunus (2010), jalur awalnya bukan digunakan untuk lomba, melainkan sebagai moda transportasi utama masyarakat di sepanjang Sungai Kuantan.

“Dulu, jalur digunakan oleh masyarakat adat untuk pergi ke pasar, pengangkutan hasil bumi, dan bahkan sebagai alat mobilisasi perang oleh kerajaan-kerajaan kecil di Kuantan,” tulis Yunus dalam bukunya.

Seiring waktu, terutama pada masa pemerintahan kolonial Belanda, jalur mulai digunakan dalam kegiatan seremonial, seperti menyambut pejabat Belanda yang datang mengunjungi wilayah pedalaman Riau. Gubernur Jenderal Hindia Belanda bahkan disebut pernah menyaksikan langsung lomba ini sebagai bentuk penghormatan rakyat terhadap penguasa kolonial.

Pacu Jalur merupakan ekspresi budaya sekaligus simbol perlawanan yang dibalut dalam bentuk hiburan rakyat. Pacu Jalur tak hanya menggambarkan kekuatan fisik dan kerja sama, tapi juga menjadi sarana konsolidasi sosial, apalagi di masa kolonial ketika rakyat tak punya banyak ruang berekspresi.

Sejak kemerdekaan, Pacu Jalur berevolusi menjadi ajang tahunan yang digelar untuk memperingati HUT RI setiap bulan Agustus. Pemerintah Kabupaten Kuansing menjadikannya sebagai pesta rakyat yang menyedot ribuan wisatawan lokal maupun mancanegara.

Setiap jalur atau perahu bisa berukuran hingga 30 meter dengan jumlah pendayung mencapai 50 orang. Mereka mewakili desa-desa (kampung) yang telah mempersiapkan diri berbulan-bulan lamanya. Jalur diberi nama-nama simbolik seperti “Tuah Keramat Sakti” atau “Singa Kuantan Berlian”, dan dihiasi ornamen megah menyerupai kepala naga atau burung garuda. Kemenangan dalam Pacu Jalur bisa meningkatkan kehormatan kampung selama setahun penuh.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement
Advertisement
Advertisement