Selasa 22 Apr 2025 19:37 WIB

Bumikan Semangat Kartini, Perempuan Diimbau Aktif Tanggulangi Terorisme

Perempuan bisa berkembang menjadi pribadi yang rasional dan bermanfaat.

Red: Fernan Rahadi
Alissa Wahid
Foto: dokpri
Alissa Wahid

REJOGJA.CO.ID, JAKARTA -- Perempuan kerap dijadikan sebagai sasaran radikalisasi. Terbukti banyak kaum perempun yang terlibat dari berbagai kejadian teror di Indonesia seperti Bom Keluarga di Surabaya, Bom Katedral Makassar, Bom Sibolga, Bom Panci Bekasi, penyerangan Mabes Polri, dan lain-lain. 

Karena itu, dalam membumikan semangat Kartini, kaum perempuan harus terus ditingkatkan imunitasnya dari penyebaran paham radikal terorisme. Perempuan juga harus berperan aktif dalam penanggulangan terorisme.

Hal itu dikatakan aktivis perempuan, sosial dan keagamaan Alissa Wahid. Menurutnya, menjadi tantangan besar bagi kaum perempuan untuk meningkatkan partisipasinya di ruang publik, khususnya dalam penanggulangan terorisme. 

Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian ini mengungkapkan perempuan yang rentan terpapar ideologi radikal terorisme disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, secara fisik dan fisiologis, perempuan memiliki peran sebagai ibu yang membesarkan anak. Perempuan cenderung memiliki ikatan emosional yang kuat, sehingga mudah dieksploitasi oleh ideologi-ideologi ekstrem yang menekankan loyalitas dan militansi. 

“Ketika perempuan sudah yakin dengan ideologi ini, mereka bisa lebih militan dibandingkan laki-laki,” ujar Alissa di Jakarta, Selasa (22/4/2025). 

Selain itu, lanjutnya, masih adanya budaya atau tradisi yang menganggap perempuan tidak mampu mengambil keputusan rasional, sehingga mudah dimanipulasi membuat labeling terhadap perempuan semakin buruk. 

Alissa berpendapat jika perempuan diberikan ruang untuk berkembang, memimpin dan mengambil keputusan, maka mereka bisa berkembang menjadi pribadi yang rasional dan bermanfaat untuk keluarga dan lingkungannya. Misalnya, sisi loyalitas dan naluri mengasuh perempuan dikembangkan dan diarahkan untuk hal yang positif seperti mencintai Pancasila, bela negara dan wawasan kebangsaan, maka ia akan mudah menginternalisasi nilai-nilai tersebut ke dalam dirinya. Bahkan jika terus dikembangkan, perempuan bisa mengambil peran penting dalam hal pencegahan terhadap ideologi transnasional yang mengancam kedaulatan negara. 

“Kita perlu mendorong perempuan untuk berperan aktif dalam penanggulangan terorisme, baik melalui pemahaman ideologi yang lebih moderat maupun dengan memperkuat nasionalisme,” tuturnya.

Oleh karena itu, Alissa menekankan perlunya kembali membumikan semangat RA Kartini, sosok perempuan yang berjuang untuk emansipasi perempuan di Indonesia dalam hal pendidikan dan kehidupan sosial. Menurutnya, perempuan harus berdaya, terus mengasah diri dan beradaptasi dengan kemajuan zaman. 

Alissa berpendapat, hambatan perempuan untuk berkembang muncul dari dalam diri sendiri. Banyak perempuan di Indonesia yang masih terbelenggu oleh tradisi yang menyebutkan bahwa tempat perempuan adalah di rumah, dan laki-laki lebih unggul dalam hal kepemimpinan. Akibatnya, keterampilan perempuan tidak terasah, sehingga mereka kesulitan untuk berkompetisi

“Tantanganya adalah kesiapan mental dan psikis perempuan itu sendiri,” ujar putri sulung mantan Presiden Republik Indonesia ke-4 Abdrrahman Wahid atau yang lebih dikenal dengan Gus Dur itu.

“Karena keyakinan ini, banyak perempuan yang merasa dirinya tidak cukup mampu, tidak pintar, dan tidak rasional untuk terlibat di ruang publik," katanya.

Oleh karena itu Alissa menekankan agar pemerintah memberikan fasilitas yang lebih nyata bagi perempuan, seperti mendorong pendidikan yang lebih tinggi untuk perempuan di desa dan melibatkan perempuan dalam musyawarah perencanaan pembangunan (musrembang), mulai dari level desa hingga pemerintahan pusat.

“Pemerintah harus mendorong perempuan untuk lebih percaya diri dan terlibat dalam ruang publik," katanya.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement