REJOGJA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Jika biasanya momen libur Lebaran disambut dengan penuh penantian, nampaknya tahun ini justru berubah menjadi suram. Hal ini tak terlepas karena lesunya angka okupansi hotel yang terjadi secara merata di kabupaten/ kota di DIY.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY, Deddy Pranowo Eryono menyampaikan reservasi yang masuk pada periode 28 Maret hingga 1 April 2025 itu baru sekitar 20 persen, sedangkan untuk periode 1-6 April 2025 reservasi baru berada di angka 40 persen. Padahal momen Lebaran itu tinggal menghitung hari.
"Angka okupansi ini mengalami penurunan signifikan dibanding periode Lebaran tahun lalu. Yang dulu bisa mencapai 60 sampai 70 persen,” kata Deddy, Rabu (27/3/2025).
Dia tak yakin libur panjang ini dapat memperpanjang napas industri perhotelan, apalagi melihat angka okupansi yang tak juga membaik selama tiga bulan belakangan ini pasca-adanya kebijakan efisiensi anggaran dari Pemerintah. Deddy menuturkan, ada sejumlah faktor yang diduga menjadi penyebab turunnya reservasi pada libur panjang Lebaran kali ini.
Pertama, situasi perekonomian yang membuat daya beli masyarakat menurun, khususnya dalam hal belanja-berwisata. Kedua, tentu saja terkait kebijakan pemangkasan anggaran.
Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja Negara dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun 2025 dinilai turut berdampak pada industri Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE) di DIY. Belum lagi dengan adanya kebijakan yang bertubi-tubi yang memperberat kondisi bisnis hotel dan restoran, mulai dari larangan study tour di beberapa daerah serta krisis global yang melanda.
"Hotel dan restoran saat ini berjuang sekuat tenaga bertahan agar tetap dapat beroperasi di tengah efisiensi itu," ucap dia.
Berkaca dari situasi sulit ini, Deddy tak menampik pelaku usaha perhotelan juga akan menerapkan kebijakan efisiensi jika situasi makin sulit. Sejumlah hotel di DIY, kata dia, berusaha mengimbangi agar pengeluaran operasional tidak jomplang dengan pendapatan.
Termasuk pengurangan jam kerja karyawan yang dilakukan di masa libur Lebaran ini. Hingga saat ini setidaknya sudah ada 45 hotel dan restoran anggota PHRI yang melakukan pengurangan jam kerja karyawannya.
"Langkah efisiensi bagi perhotelan jadi hal yang tak bisa dihindari karena pelaku usaha tentu juga berusaha mengimbangi pemasukan dan pengeluaran," kata dia.
"Laporan yang sudah kami terima sekitar 45 hotel dan restoran yang ada di DIY (yang melakukan pengurangan jam kerja terhadap karyawannya)," ungkap Deddy.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi B DPRD DIY, Andriana Wulandari, turut prihatin atas kondisi okupansi perhotelan saat ini apalagi, hotel menjadi bagian tak terpisahkan dari pariwisata yang selama ini selalu menjadi leading sector ekonomi DIY.
Oleh karenanya, dia mendorong agar pariwisata di DIY terus bergeliat agar mampu mendatangkan wisatawan dan menghabiskan uangnya untuk menginap serta belanja oleh-oleh.
Dalam hal ini, Pemerintah Daerah (Pemda) DIY perlu meningkatkan kunjungan wisata domestik dan mancanegara sekaligus meningkatkan pendapatan sektor wisata sebagai kontribusi terhadap perekonomian serta memperkuat citra dan daya saing destinasi wisata di tingkat nasional dan internasional.
"Pemda bisa mengembangkan program inovasi wisata yang lebih menarik, up to date. Kita juga perlu paket wisata yang bisa membuat wisatawan stay lebih lama di Jogja,” katanya.