REJOGJA.CO.ID, YOGYAKARTA — Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi menjelaskan ada sejumlah faktor yang menyebabkan fenomena hujan es batu di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Selasa (11/3/2025). Kepala Stasiun Meteorologi Yogyakarta, Warjono mengatakan, faktor terbentuknya hujan es dikarenakan suhu udara yang rendah dan kelembaban udara yang tinggi.
“Teori nukleasi menjelaskan kristal es terbentuk di sekitar inti yang berupa partikel-partikel kecil di atmosfer, pertumbuhan kristal es berkembang menjadi lebih besar dan jatuh,” kata Warjono kepada Republika, Rabu (12/3/2025).
Warjono menjelaskan, hujan es tersebut merupakan fenomena cuaca yang terjadi ketika kristal es yang terbentuk di atmosfer jatuh bebas, dan sedikit mengalami gesekan atau benturan sesamanya ke permukaan bumi. “Kristal es terbentuk di atmosfer ketika udara yang lembab dan dingin naik ke ketinggian yang lebih tinggi,” ucapnya.
Puncak awan hingga 15 kilometer, lanjutnya, pada ketinggian tersebut suhu udara lebih rendah dengan terpantau satelit -72,5 hingga -76 derajat Celcius. Hal ini menjadikan kristal es terbentuk, kemudian tumbuh dan berkembang menjadi lebih besar.
“Proses ini terjadi karena kristal es tersebut terus-menerus mendapat pasokan air yang lembab dari udara sekitarnya. Setelah mencapai berat yang cukup, maka kristal es tersebut akan jatuh ke permukaan bumi dalam bentuk hujan es,” ungkap Warjono.
Seperti diketahui, hujan es yang terjadi pada Selasa (11/3/2025) kemarin di DIY sekitar 20 menit. Hujan es ini mengguyur sejumlah wilayah di DIY, bersamaan dengan hujan deras yang. melanda kawasan tersebut.
Salah satu warga Sleman yang menyaksikan fenomena itu, Alfi mengaku baru pertama kali melihat hujan es di DIY. Saat itu, ia tengah berteduh di kawasan Monjali, Kabupaten Sleman, DIY.
“Suaranya (hujan esnya) kenceng banget. Seumur-umur baru pertama lihat hujan es pake mata kepala sendiri,” kata Alfi kepada Republika, Selasa (11/3/2025).
Alfi menuturkan, ukuran esnya tidak terlalu besar. Hanya saja, suara hujan es yang turun ini cukup keras hingga membentur ke kendaraan para pengendara yang berteduh, termasuk Alfi.
“(Ukuran esnya) Pokoknya kecil-kecil gitu, enggak sampai yang sebesar kayak es batunya es teh jumbo gitu, tapi banyak,” ungkap Alfi.
“Tadi aku berteduh, atap di atasku kayak dilemparin pakai batu gitu. Terus sempet angin kencang juga. Sebenarnya kalau enggak sama angin, mau ku trabas aja, karena sama angin jadi agak ngeri. Tadi juga banyak yang enggak berani lanjutin perjalanan,” jelasnya.
Alfi menyebut, ia menyaksikan hujan es tersebut sekitar 20 menit. Setelah itu hujan masih tetap berlangsung dengan intensitas yang besar, hanya saja sudah tidak mengeluarkan es.
“Tadi yang dirasakan (hujan esnya hanya) sekitar 20-an menit, habis itu full air,” kata Alfi.