Dinyatakan Insolvent
Berdasarkan Daftar Piutang Tetap (DPT) yang dirilis Tim Kurator Sritex pada 31 Januari 2025, perusahaan tersebut menanggung beban utang sebesar Rp29,88 triliun. Dalam rapat kreditur Sritex yang digelar di PN Niaga Semarang, Jawa Tengah (Jateng), hakim pengawas menyatakan Sritex insolvent atau bangkrut.
Dalam rapat kreditur yang digelar Ruang Kusumah Atmadja PN Semarang, anggota Tim Kurator Sritex memaparkan cash flow dan perkiraan nilai aset milik perusahaan tekstil terbesar di Indonesia tersebut. Dalam pemaparannya, terungkap bahwa beban pengeluaran Sritex lebih besar dibandingkan pemasukannya.
"Total pengeluaran gaji beserta kewajiban perusahaan lainnya untuk karyawan dalam satu bulan adalah sejumlah kurang lebih Rp35.031.851.762," kata salah satu anggota Tim Kurator Sritex, Nurma Candra Yani Sadikin, dalam pemaparannya.
Dia menambahkan bahwa Sritex juga memiliki beban tagihan listrik per Februari 2025 mencapai Rp9,7 miliar. "Bahwa selain biaya pengeluaran gaji karyawan, terdapat biaya-biaya lain yang belum terhitung, di antaranya adalah kebutuhan produksi dengan batu bara, biaya bahan baku, dan biaya-biaya lainnya," kata Nurma.
Nurma mengungkapkan, saat ini Sritex hanya menerima pendapatan dari Jasa Makloon Pre-Treatment (RFP) dan Jasa Makloon Garment. "Sehingga pemasukan yang didapat perusahaan sangat terbatas, berkisar di angka Rp20 miliar," ujarnya.
Sementara salah satu anak perusahaan Sritex, yakni PT Primayudha Mandirijaya hanya menerima keuntungan satu miliar rupiah. Sedangkan dua anak perusahaan Sritex lainnya, yakni PT Bitratex Industri dan PT Sinar Pantja Djaja, sudah tidak beroperasi.
"Bahwa dengan keadaan sebagaimana dijelaskan di atas, saat ini tidak dimungkinkan untuk melanjutkan usaha debitur dengan alasan modal kerja yang terbatas dan beban biaya terlalu tinggi dibandingkan pendapatan yang diterima," kata Nurma.
Direktur Utama Sritex Iwan Kurniawan Lukminto turut hadir dalam rapat kreditur yang digelar di PN Niaga Semarang. Dia pun mengamini pemaparan yang disampaikan Tim Kurator Sritex. "Dengan adanya keterbatasan ruang gerak dan juga keterbatasan modal kerja, maka dari itu proposal dari GC (going concern/keberlangsungan usaha) yang kita diskusikan kemarin tidak dapat mencukupi untuk pembayaran kepada kreditur," ucapnya.
Merespons pemaparan tim kurator dan pengakuan langsung dari bos Sritex, Hakim Pengawas, Haruno, memutuskan menutup opsi going concern atau keberlangsungan usaha bagi Sritex selaku debitur pailit. "Dengan demikian, maka untuk permohonan para kreditur konkuren, kami hakim pengawas, dengan menilai hasil dari yang disampaikan tim kurator dan debitur, dengan ini going concern tidak mungkin akan dijalankan," kata Haruno.
Haruno kemudian menawarkan pembentukan panitia kreditur sementara dengan suara dari kreditur konkuren untuk memantau proses pemberesan harta debitur pailit. Terdapat tujuh kreditur, termasuk Bank BNI dan BCA, yang sepakat dengan gagasan pembentukan panitia kreditur.
"Dengan demikian pula rangkaian ini akan kami akhiri dengan pernyataan, insolvent kami tetapkan hari ini, Jumat tanggal 28 Februari 2025," kata Haruno.
"Kepada bapak/ibu yang memiliki hak-hak tertentu, silakan nanti ada kepentingan mengambil atau meminta kepada kapaniteraan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang. Insolvent kami nyatakan hari ini," tambah Haruno.