Rumah karoke S tak memiliki plang apa pun. "Saat di lokasi, hasil pengamatan kami dan juga hasil keterangan tersangka (S), ada satu fenomena yang menarik, di mana lokasi tersebut dapat saya katakan adanya praktik prostitusi terselubung. Padahal lokasi tersebut adalah lokasi religi, tempat Wali menyiarkan agama Islam," ucap Dwi.
Dia mengungkapkan, di rumah karokenya, S mempekerjakan empat perempuan sebagai pemandu lagu. Di rumah karokenya, S pun memiliki fasilitas kamar untuk para tamunya yang hendak berhubungan badan.
"Tersangka mengambil keuntungan dan membebankan utang kepada para korban jika tidak bekerja lagi di lokasi tersebut," ujarnya.
"Perlu kami sampaikan bahwa di lokasi tersebut tersangka, selain mempekerjakan wanita dewasa, juga mempekerjakan anak di bawah umur," tambah Dwi.
Dwi mengatakan, S, yang sudah ditetapkan tersangka, dijerat dengan Undang-Undang TPPO. Ancaman hukumannya minimal tiga tahun dan maksimal 15 tahun penjara. "S juga dikenakan pasal 296 KUHP dan 506 KUHP," ujarnya.
Menurut Dwi, saat ini Polda Jateng masih mendalami kasus TPPO yang melibatkan tersangka S. "Proses perekrutannya yang sedang kami telusuri. Karena tiba-tiba dengan menggunakan Facebook ada seseorang bisa menghubungi dan bisa menuju kepada si korban untuk segera menghubungi si tersangka," ucapnya.
Dwi menambahkan, Polda Jateng sudah berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Sragen terkait keberadaan praktik prostitusi terselubung di objek wisata religi Gunung Kemukus. "Kami juga memohon kepada pemerintah daerah setempat untuk bisa menertibkan lokasi tersebut, kenbalikan marwahnya sebagai lokasi religi," ucapnya.
Dalam konferensi pers, Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Artanto sempat melakukan wawancara singkat dengan tersangka S. S mengaku baru mengoperasikan rumah karokenya selama setahun. "Anak itu (putri Nur Saidah) baru (bekerja) dua minggu," ujar S. S mengatakan mendapatkan modal untuk membuka rumah karoke dari hasil berutang.