REJOGJA.CO.ID, YOGYAKARTA — Aparat kepolisian terus melakukan upaya-upaya menegakkan penyegelan sejumlah outlet penjual minuman keras (miras) di Yogyakarta. Penutupan itu buntut dari peristiwa penusukan terhadap santri oleh sejumlah pemabuk beberapa waktu lalu.
Polresta Yogyakarta menyatakan terus melakukan razia malam dengan menyasar outlet-outlet miras yang sudah ditutup. Razia ini dilakukan guna memastikan outlet tersebut tetap tersegel. “Patroli dilakukan untuk memastikan outlet yang ditutup karena menjual miras ilegal sebelumnya masih dalam kondisi tertutup garis polisi,” kata Kasi Humas Polresta Yogyakarta, Sujarwo, Sabtu (9/11/2024).
Polisi telah menutup sejumlah outlet yang menjual miras tanpa izin. Penutupan dilakukan mengingat maraknya peredaran miras di Kota Yogyakarta, dan dalam rangka menjaga keamanan dan ketertiban di masyarakat, terlebih menjelang Pilkada 2024.
Selain razia malam, juga dilakukan patroli dialogis ke sejumlah lokasi. Hal ini, kata Sujarwo, untuk memberikan imbauan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas). "Tim juga melakukan pemeriksaan selektif ke pengendara untuk memastikan tidak ada barang terlarang/benda berbahaya," ungkap Sujarwo.
Pihaknya menjanjikan akan terus melakukan patroli menjaga situasi kondusif di masyarakat. Sujarwo juga meminta masyarakat aktif melaporkan ke petugas jika menemukan adanya gangguan kamtibmas di lingkungannya masing-masing.
“Masyarakat yang memiliki informasi gangguan kamtibmas agar segera menghubungi Siaga Polresta Yogyakarta 0274543920 atau Call Center Polri 110 untuk bisa segera ditindaklanjuti,” jelasnya.
Sebelumnya, Polres Bantul juga menutup Outlet 23 Kabupaten Bantul yang menjual minuman keras (miras) dengan memasang garis polisi. Penutupan tersebut dilakukan karena outlet tersebut tidak memiliki izin penjualan miras.
“Outlet 23 yang kita pasang garis polisi ada di lima lokasi. Masing-masing di wilayah Kasihan, Sewon, Banguntapan, Bantul, dan Kretek," kata Kasi Humas Polres Bantul, AKP I Nengah Jeffry Prana Widnyana, Kamis (31/10/2024).
Petugas juga melakukan penempelan Surat Perintah Penghentian Kegiatan Usaha Outlet 23 dengan Nomor: 5/X/2024 tertanggal 31 Oktober 2024. Surat tersebut ditandatangani oleh Kasatpol PP Kabupaten Bantul R Jati Bayubroto.
Jeffry menuturkan, pihaknya juga tengah melakukan penyidikan dan mengumpulkan alat bukti untuk menjerat para penjual miras ilegal tersebut. “Selama ini, outlet-outlet tersebut tidak memiliki izin untuk menjual minuman beralkohol, hanya berlindung dengan izin usaha,” ungkapnya.
Dengan penutupan seluruh Outlet 23 ini, diharapkan dapat menekan peredaran miras di Kabupaten Bantul. Terlebih, Gubernur DIY juga telah mengeluarkan Instruksi Gubernur (Ingub) Nomor 5 Tahun 2024 pada 30 Oktober yang mengatur terkait optimalisasi pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol.
“Dengan dilakukannya penutupan outlet minuman keras oleh petugas, diharapkan dapat memberikan efek jera bagi penjual minuman keras,” jelas Jeffry.
Jeffry menegaskan, Polres Bantul akan terus meningkatkan razia miras di Kabupaten Bantul. Hal ini untuk mengantisipasi gangguan kamtibmas dan kriminalitas yang dapat disebabkan pengaruh miras.
"Sasaran razia adalah kafe-kafe dan juga warung-warung yang disinyalir menjual miras secara ilegal," ujarnya.
Jeffry menyebut, memerangi peredaran miras ilegal bukan hanya tugas dari polisi. Untuk itu, ia mengajak masyarakat agar ikut berperan dalam pemberantasan miras, dengan melaporkan kepada polisi jika ditemukan ada yang menjual miras di lingkungannya masing-masing. “Laporkan kepada polisi, bila ada yang jual miras di wilayahnya, pasti akan kami tindak lanjuti,” ungkap Jeffry.
Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X sebelumnya telah mengeluarkan Instruksi Gubernur Nomor 5 Tahun 2024 tentang Optimalisasi Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol yang mulai berlaku sejak 30 Oktober 2024.
Ingub tersebut ditujukan untuk dilaksanakan oleh semua pemerintah kabupaten/kota di DIY. “Prinsipnya, bupati/wali kota wajib melaksanakan instruksi ini. Semua instruksi-instruksi harus menyesuaikan instruksi ini,” kata Sekretaris Daerah (Sekda) DIY, Beny Suharsono, Rabu (30/10/2024).
Ingub itu sudah diteruskan ke seluruh pemerintah kabupaten/kota sejak 30 Oktober 2024. Termasuk diinformasikan ke DPRD DIY melalui sekretariat DPRD, dan ditembuskan ke Kementerian Perdagangan. “Supaya semuanya saling bisa bersinergi,” ungkap Beny.
Beny menyebut, seluruh pemerintah kabupaten/kota harus melaporkan pelaksanaan instruksi gubernur ini kepada Gubernur DIY paling lambat 15 hari kerja sejak ingub tersebut dikeluarkan. Artinya, pemerintah kabupaten/kota diberikan waktu dua pekan untuk bisa merumuskan pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol (minuman keras/miras) kepada gubernur.
“15 hari sudah harus melaporkan pelaksanaannya (ke gubernur), instruksi bupati/wali kotanya atau bentuk tata naskah yang lain. Tapi justru dari pelaksanaan ingub ini paling lambat 15 hari sudah harus dilaporkan. Berarti apa, seperangkat itu sudah harus lebih awal selesai, dan itu langkahnya sebagaimana dalam diktum kelima,” jelas Beny.
Dalam diktum kelima ingub tersebut, diinstruksikan agar kabupaten/kota diminta melibatkan dan mengoptimalkan peran pemerintah kelurahan, kampung, RT, RW, Jaga Warga, dan elemen masyarakat lainnya dalam pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol.
Total ada delapan diktum yang tercantum dalam Ingub Nomor 5 Tahun 2024 tersebut. Beny juga menegaskan bahwa aturan yang dibuat oleh kabupaten/kota se-DIY juga harus menyesuaikan dengan ingub ini.
“Biar sama biar satu langkah, sama satu langkahnya kan karakter masing-masing daerahnya kan berbeda, makanya ini diindahkan bupati/wali kota. Mungkin instruksi di Kota (Yogyakarta) tidak sama persis dengan kabupaten, tapi sari patinya harus mengambilkan dari Ingub Nomor 5 Tahun 2024 ini,” kata Beny.
Sebelum, ribuan massa yang merupakan santri dari berbagai pondok pesantren (ponpes) memadati kawasan Mapolda DIY, Selasa (29/10/2024). Para santri menggelar aksi mendesak polisi mengusut tuntas penganiayaan dan penusukan santri Ponpes al-Munawwir.
Ketua GP Ansor DIY, Abdul Muiz yang juga koordinator umum dalam aksi tersebut mengatakan, aksi ini merupakan bentuk keresahan para santri atas peredaran minuman keras (miras) di DIY. Pasalnya, santri yang menjadi korban penganiayaan dan penusukan merupakan korban salah sasaran dari pelaku yang berada di bawah pengaruh miras.
Muiz menyebut, peredaran miras ini memicu berbagai tindak kriminal. Termasuk penusukan santri Krapyak yang terjadi di Jalan Parangtritis, Brontokusuman, Mergangsan, Kota Yogyakarta, DIY, Rabu (23/10/2024) pekan lalu tersebut.
"Tidak ada tempat bagi kekerasan di masyarakat dan kami tidak akan tinggal diam hingga semua pelaku menerima hukuman yang setimpal," kata Muiz saat menyampaikan orasinya dalam aksi yang digelar di Mapolda DIY, Kabupaten Sleman, DIY, Selasa (29/10/2024).
Muiz juga menyampaikan sejumlah poin pernyataan sikap terkait peredaran miras, dan pengusutan tuntas penusukan santri Krapyak. Pihaknya meminta polisi untuk menangkap dan mengadili pelaku penganiayaan santri.
Selain itu, polisi juga diminta menjamin keamanan lingkungan bagi masyarakat, hingga evaluasi peraturan daerah tentang miras. "Kami tegaskan, jangan sampai hilangnya kepercayaan pada aparatur negara memaksa kami untuk bertindak sendiri di luar koridor hukum," ungkap Muiz dalam orasinya.