Rabu 30 Oct 2024 14:35 WIB

Pengamat: Internalisasikan Sumpah Pemuda di Era Disrupsi Informasi

Minimnya keahlian memilah informasi tak hanya mengancam identitas budaya bangsa.

Red: Fernan Rahadi
Sumpah Pemuda (ilustrasi)
Foto: Dok. Universitas BSI
Sumpah Pemuda (ilustrasi)

REJOGJA.CO.ID, JAKARTA -- Tantangan pemuda di abad ke-21, bukan lagi terkait kolonialisme, melainkan melibatkan isu-isu global yang jauh lebih kompleks. Salah satu tantangan utama adalah infiltrasi budaya asing dan berkembangnya ideologi ekstrem berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme. Pemuda semakin rentan terpapar gagasan-gagasan ekstrem melalui internet dan media sosial, yang sering menjadi sarana bagi kelompok teroris untuk merekrut anggota baru dan menyebarkan propaganda. 

Pengamat media sosial, Enda Nasution mengatakan fenomena ini diperparah oleh arus informasi yang begitu deras membuat generasi muda tidak memiliki kemampuan kritis untuk memilah informasi yang benar. Keterbatasan literasi digital menjadikan generasi muda lebih mudah percaya pada informasi palsu, teori konspirasi, atau narasi ekstremis. Hal ini tentunya dapat membuka peluang masuknya ideologi dan budaya luar yang mengancam eksistensi budaya dan kearifan lokal bangsa. 

“Ide-ide ekstremis, radikal, konspirasi teori, cocoklogi, hoaks, dapat meracuni pola pikir seseorang, Kalau kita tidak punya disiplin untuk mengkonsumsi informasi yang baik, akan menimbulkan persoalan,” ucap Enda Nasution di Jakarta, Rabu (30/10/2024).

Enda mengatakan minimnya keahlian dalam memilah informasi tidak hanya mengancam identitas budaya bangsa, tetapi juga dapat memicu krisis jati diri. Seseorang yang terlalu banyak menelan informasi tanpa diselaraskan dengan fokus pengembangan diri akan menyebabkan munculnya kemalasan, atau memantik berbagai persoalan kesehatan mental.

Anxiety, kegelisahan, depresi, penyakit mental bermunculan yang diakibatkan terlalu banyaknya informasi yang diterima,” ungkap Enda.

Enda menganalogikan tantangan anak muda masa kini laiknya dihadapkan pada meja makan. Derasnya arus informasi seperti banyak makanan yang disajikan. Apabila seseorang tidak dapat menahan hasratnya, ia akan memakan semua makanan yang tersaji. Jika hal ini dilakukan terus menerus, maka akan memunculkan berbagai masalah kedepannya, misalnya masalah keracunan, pencernaan, obesitas, dan lainnya. Demikian pula dengan arus informasi, terlalu banyak mengonsumsi informasi tanpa seleksi dapat menyebabkan pola pikir yang tidak sehat. 

“Bagaimana caranya kita bisa menyaring dan mengkonsumsi informasi yang sehat yang sesuai dengan porsinya,” ucap Enda. “Setidaknya kita bisa melakukan re-check, dan tidak menutup perspektif atau hanya percaya dalam satu sumber saja," katanya.

Oleh karena itu, sosok yang dikenal sebagai Bapak Blogger Indonesia ini menyatakan pentingnya memiliki keahlian digital bagi para pemuda dalam mencerna informasi. Keseimbangan antara konsumsi informasi dan fokus pengembangan diri menjadi kunci bagi generasi muda untuk bertahan dan tumbuh di era disrupsi teknologi yang serba cepat. Dengan kemampuan digital yang baik, Enda menambahkan, dapat menginisiasi atau membangun kolaborasi antar pemuda untuk menyelesaikan permasalahan anak bangsa.

“Berkolaborasi, bergerak bersama dengan lebih cepat, dan bisa lebih luas, dengan adanya perangkat digital,” kata Enda.

Enda berharap, dengan momentum Sumpah Pemuda yang jatuh pada 28 Oktober lalu, semangatnya dapat diinternalisasi oleh para pemuda untuk menghadapi tantangan zaman dan bahaya ideologi luar yang mampu menggerus nilai nilai persatuan bangsa.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement