Polisi Periksa 12 Saksi
Petugas Polres Sukoharjo memeriksa 12 saksi terkait kasus dugaan kekerasan di bawah umur terhadap santri hingga menyebabkan korban meninggal dunia di salah satu pondok pesantren di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Salah seorang saksi di antaranya adalah pengasuh ponpes.
“Ada 12 orang yang sudah dimintai keterangan, di antaranya tiga santri di sana dan pengasuh,” kata Kapolres Sukoharjo AKBP Sigit di Kabupaten Sukoharjo, Selasa (17/9/2024).
Lantaran kasus tersebut melibatkan Anak Berhadapan Hukum (ABH) dan korban juga di bawah umur pihaknya masih mendalami kasus tersebut. Korban berinisial AKP (13) asal Jebres, Solo dan ABH atas nama MG (15) asal Wonogiri.
“Semua di bawah umur sehingga harus menjaga keadilan, harus selalu berdasarkan prosedur dan SOP yang ada di kepolisian,” katanya.
Saat ini kasus tersebut akan ditangani oleh Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) dan Balai Pemasyarakatan (Bapas) karena anak yang berlawanan dengan hukum masih di bawah umur. “Selain itu juga ada pendampingan dari Bapas Kabupaten Sukoharjo karena perlakuannya beda dengan menggunakan UU Perlindungan Anak,” katanya mengakhiri.
Seorang santri di salah satu pondok pesantren di Sukoharjo, Jawa Tengah, memukuli adik kelasnya hingga tewas. Penyebabnya karena pelaku atau anak berlawanan hukum (ABH) berinisial MG (15 tahun) asal Wonogiri, marah karena tidak diberi rokok oleh korban berinisial AKP (13).
Kasus tewasnya santri di bawah umur asal Jebres, Solo tersebut diungkap Polres Sukoharjo. Kapolres Sukoharjo AKBP Sigit mengatakan kejadian tersebut terjadi di salah satu ponpes di Sukoharjo pada Senin (16/9/2024) sekitar pukul 11.00 WIB. Awalnya pelaku berjalan di lorong dan mencium bau rokok dari salah satu kamar lalu mendatanginya.
"Setelah datang, ABH ini meminta rokok kepada salah satu anak kelas 2 atau kelas 8. Namun karena anak itu tidak punya akhirnya ya tidak dikasih," kata Sigit saat jumpa pers, Selasa (17/9/2024).
Selanjutnya, Sigit menjelaskan pelaku tersebut kemudian meminta lagi rokok ke teman yang lain yang ada di kamar tersebut. Namun, setelah ABH mendapatkan rokok dari temannya ia pun marah kepada korban dengan menendang dan memukul korban.
"ABH ini minta lagi ke kawan yang lainnya, setelah kawan yang lainnya punya, ngasih dua rokok baru marah lah sama yang dimintai pertama (korban) yaitu dengan menendang memukul sehingga tidak sadarkan diri," katanya.
Pihaknya menegaskan kasus tersebut bukanlah perundungan dari senior ke juniornya. Namun, kekerasan pada anak di bawah umur.
"Ini bukan bullying, dari hasil pemeriksaan itu 1 pelakunya yaitu seniornya, yang satu kelas 9 yang satu kelas 8 (korban) dan ada beberapa saksi yang melihat juga sudah kita mintai keterangan," ujar dia.
Polisi hingga kini masih menunggu hasil pemeriksaan dari hasil forensik untuk mengetahui penyebab pasti tewasnya korban. "Untuk hasil pertama kita menunggu dari dokter forensik," katanya.
Dari tangan pelaku, polisi mengamankan sejumlah barang bukti, seperti tiga batang rokok, dua sarung, dan satu pakaian. Sigit pun mengatakan mengingat kasus tindak kekerasan itu dilakukan anak di bawah umur, maka lembaga Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) dan Balai Pemasyarakatan (Bapas) akan melakukan pendampingan dalam menyelesaikan kasus tersebut.
"Perlakuannya pun pasti akan berbeda menggunakan undang-undang perlindungan anak yang selanjutnya tadi malam saya sendiri dengan tim dan mendampingi juga dari pihak orang tua bersama-sama sampai selesai pelaksanaan otopsi dan hasil otopsi juga nanti akan disampaikan langsung dari hasil dokter forensik khusus demikian yang," katanya mengakhiri.
Atas kejadian tersebut ABH pun disangkakan dengan pasal 76C junto 80 ayat 3 undang undang nomor 17 2016 tentang peraturan pemerintah pengganti undang undang 1 tahun 2016 dan menjadi undang 351 ayat 3 pidana dengan ancaman 15 tahun.