REJOGJA.CO.ID, SEMARANG -- Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) menyatakan kesiapannya menjadi mediator dalam membantu penyelesaian masalah yang muncul akibat kematian mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro (Undip).
Selain itu, MRPTNI secara khusus memberi dukungan penuh kepada sejumlah Dekan Fakultas Kedokteran untuk meningkatkan dan menjaga kualitas pendidikan dokter di tanah air.
"MRPTNI siap menjadi mediator antarinstitusi yang terlibat pada PPDS melalui pendekatan yang menjembatani kepentingan semua pihak, guna menemukan solusi terbaik yang mendukung program pemerintah, dalam pemenuhan jumlah tenaga dokter di tanah air khususnya dokter spesialis," dalam keteran tertulis yang ditandangani oleh Ketua MRPTNI, Prof Dr Ir Eduart Wolok, ST, MT.
Dalam keterangannya, Eduart meminta agar semua pihak dapat menjaga kemandirian kampus. Penegasan ini menjadi respons setelah sebelumnya Kementerian Kesehatan telah memberhentikan program studi Anestesi dan Reanimasi Undip serta penghentian aktivitas klinik Dekan FK Undip, Yan Wisnu Prajoko, di Rumah Sakit Umum Pemerintah Dr Kariadi. Penghentian ini dilakukan karena Kemenkes ingin melakukan investigasi atas kematian dr ARL yang diduga akibat perundungan dan bunuh diri.
"MRPTNI mengajak semua pihak yang menjadi mitra untuk sama-sama menjaga kemandirian kampus agar tercipta penyelenggaraan pendidikan yang kondusif untuk menghasilkan lulusan yang lebih baik ke depan," kata Eduart yang juga menjabat sebagai Rektor Universitas Negeri Gorontalo.
Terkait dengan kasus yang terjadi di Undip, Eduart mengatakan, pada prinsipnya sejak tahun 2022 sudah menerapkan regulasi Zero Bullying. Implementasi regulasi tersebut, lanjutnya, terdapat peserta didik yang menerima konsekuensi dari regulasi tersebut.
"Untuk itu MRPTNI mendukung penuh upaya dari pimpinan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) untuk mencegah dan menindak tegas tindakan perundinngan (bullying) sesuai dengan mekanisme yang diatur oleh masing-masing kampus," kata Eduart.
MRPTNI saat ini memiliki 144 anggota, yang meliputi 67 Perguruan Tinggi Akademik, 44 Perguruan Vokasi (Politeknik Negeri), dan 24 Universitas Islam Negeri di Indonesia.
Secara terpisah, juru bicara Undip dan FK Undip, dr. Sugeng Ibrahim, M.Biomed (AAM) menyambut positif dukungan dari pimpinan rektor PTN se Indonesia tersebut. Terkait dengan penyelesaian masalah di Undip, ia memberikan perumpamaan bagaimana negeri ini berperang melawan korupsi.
"KPK berdiri sejak Desember 2003, atau 11 tahun lalu, tapi sayangnya korupsi masih marak terjadi di Indonesia. Apakah KPK-nya yang dibubarkan? Demikian juga dengan praktik bullying di perguruan tinggi kita, apakah Universitas Negeri harus dibubarkan juga? Hal yang sama dengan mantan Sesditjen Farmalkes (Kefarmasian dan Alat Kesehatan) Kemenkes yang diperiksa KPK saat ini sebagai saksi terkait dugaan pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) di Kementerian Kesehatan yang merugikan negara Rp 3 triliun, apakah Kemenkes juga harus dibubarkan?" kata Sugeng di Semarang, Selasa (10/9/2024).
Sebelumnya, dilansir dari Kantor Berita Antara, Ratusan sivitas akademika Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Diponegoro Semarang menggelar aksi solidaritas dan simpati mendukung Dekan FK Undip, dr Yan Wisnu Prajoko yang ditangguhkan praktiknya di RSUP dr Kariadi Semarang.
Bertempat di Lapangan Basket FK Undip, Semarang, Senin, sivitas akademika yang terdiri atas mahasiswa, dosen, dan alumni menggaungkan dukungan kepada Dekan FK Undip, Yan Wisnu.
Penghentian sementara aktivitas klinis sebelumnya ditujukan kepada Dr. dr. Yan Wisnu Prajoko, M.Kes, Sp.B, Supsp.Onk(K) yang juga Dekan FK Undip dalam surat yang ditandatangani oleh Direktur Utama RSUP dr Kariadi, dr Agus Akhmadi pada 28 Agustus 2024.
Penangguhan praktik Dekan FK Undip tersebut diduga sebagai buntut meninggalnya mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Undip, dr Aulia Risma Lestari.
Setelah kasus tersebut, Kementerian Kesehatan juga menutup sementara aktivitas PPDS Anestesi Undip di RSUP dr Kariadi, sehingga mahasiswa ditarik ke Rumah Sakit Nasional Diponegoro (RSND).
Para simpatisan menunjukkan tulisan We Stand with dr Yan Wisnu, dengan mengenakan pakaian serba hitam dan menyematkan pita hitam di baju bagian dada sebagai tanda simpati terhadap terjadinya premanisme birokrasi.
Pada kesempatan itu, sejumlah guru besar, rektorat, alumni, melakukan orasi, salah satunya Ketua Senat FK Undip Prof. Dr. dr. Tri Indah Winarni yang menyampaikan saat ini merupakan momentum untuk bersatu dan introspeksi diri.
"Pihaknya tidak pernah meminta aksi-aksi brutal yang dilakukan oleh sivitas akademika Undip, karena merupakan seorang pendidik dan mempunyai beban moral untuk disampaikan kepada anak didik," ujar dia.