REJOGJA.CO.ID, YOGYAKARTA — Kepala Polda (Kapolda) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Irjen Pol Suwondo Nainggolan menegaskan larangan penggunaan knalpot brong atau bising, termasuk saat masa kampanye akbar Pemilu 2024. Selain melanggar aturan lalu lintas, penggunaan knalpot brong dikhawatirkan memicu potensi gesekan.
Kapolda mengatakan, penggunaan kendaraan berknalpot brong dapat menjadi biang keributan saat masa kampanye akbar. “Karena kan (suara knalpot brong) bisa menimbulkan emosi sesaat,” kata Kapolda di halaman Stadion Mandala Krida, Kota Yogyakarta, Rabu (17/1/2024).
Menurut Kapolda, jajaran Polda DIY mendorong deklarasi gerakan bersama kendaraan tanpa knalpot brong. Diharapkan tidak ada lagi pemilik kendaraan yang menggunakan knalpot tidak sesuai standar itu. Termasuk saat masa kampanye akbar mendatang.
“Sudah sepakat, kami semua. Teman-teman bisa rasakan. Kemarin beberapa gerakan yang di Yogyakarta maupun ke luar Yogyakarta semuanya tanpa knalpot blombongan,” kata Kapolda.
Kapolda mengatakan, Polda DIY telah mengumpulkan simpatisan, perwakilan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), serta partai politik untuk mencegah berbagai potensi gesekan. Menurut dia, jajaran kepolisian akan mengawasi setiap zona maupun rute yang akan dilalui para peserta kampanye akbar.
Termasuk memberikan pengawalan terhadap massa kampanye yang jumlahnya besar. “Pengawalan depan dan samping. Itu penting,” ujar dia.
Komandan Korem (Danrem) 072/Pamungkas Brigjen TNI Zainul Bahar menyatakan kesiapan jajaran TNI mendukung upaya pengamanan aktivitas kampanye akbar, khususnya mencegah potensi gesekan massa. Menurut dia, pihaknya juga memetakan kawasan rawan konflik di Yogyakarta.
“Kami juga menyiapkan hal-hal yang kemungkinan-kemungkinan terjadi, tetapi dengan tetap mengedepankan humanis,” kata Zainul.
Anggota KPU Provinsi DIY Sri Surani mengatakan, pihaknya masih menginventarisasi lokasi kampanye akbar atau rapat umum, yang dijadwalkan mulai 21 Januari hingga 10 Februari 2024. KPU DIY juga masih menunggu jadwal kampanye terbuka dari KPU RI sebagai acuan jadwal di level provinsi dan kabupaten/kota.
“Kalau rapat umum biasanya yang banyak pakai capres-cawapres, maka tentu harus di pusat membuat jadwal di daerah. Kemudian provinsi menentukan di kabupaten dan kota agar tidak terjadi benturan,” kata Sri.