Ahad 22 Oct 2023 04:08 WIB

Atasi Ancaman Krisis, Indonesia Dinilai Wajib Bangun Fondasi Pangan Mandiri

Awal tahun depan dipastikan ada momentum kenaikan konsumsi drastis.

Red: Fernan Rahadi
Pengamat Konstitusi Irman Putra Sidin (kiri) bersama Menteri Perdagangan Rachmat Gobel (dua kiri) dan Pemerhati Pangan Khudori (kanan) saat menjadi pembicara dalam acara diskusi Pangan Kita di Jakarta, Senin (8/6). (Republika/Agung Supriyanto)
Pengamat Konstitusi Irman Putra Sidin (kiri) bersama Menteri Perdagangan Rachmat Gobel (dua kiri) dan Pemerhati Pangan Khudori (kanan) saat menjadi pembicara dalam acara diskusi Pangan Kita di Jakarta, Senin (8/6). (Republika/Agung Supriyanto)

REJOGJA.CO.ID,  JAKARTA -- Situasi dan kondisi di Indonesia saat ini membutuhkan pasokan tambahan stok bahan pangan utamanya sembako. Beberapa hal seperti puncak musim kemarau sehingga banyak daerah dilanda kekeringan, serta kondisi jelang Pemilu 2024 yang membutuhkan pasokan sembako lebih banyak.

Pegiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori. menuturkan sebagai upaya jangka menengah dan panjang atasi krisis pangan Indonesia perlu membangun pondasi dan kemampuan mandiri pangan.

Baca Juga

Ada beberapa hal yang harus dilakukan di antaranya, yakni pemerintah harus memilih dan  memilah mana komoditas yang harus swasembada dan penuhi kebutuhan sendiri dan mana yang tidak pemerintah saat ini seolah-olah hanya mengejar swasembada pangan, tetapi targetnya jauh meleset.

Selanjutnya pemerintah harus tambah lahan pangan baru dalam hitungan perkapita. "Ini indikator sejauh mana sebuah negara sediakan sejauh mana cukup lahan perkapita besar secara teoritis dengan potensi pangan," katanya.

Selanjutnya pembukaan lahan kawasan luar Jawa. Pembukaan lahan di luar Jawa imbuhnya meski tidak bagus namun pembukaan lahan baru butuh waktu dan investasi besar.

Membuka lahan baru butuh waktu kisaran tiga tahun sehingga membutuhkan  lompatan teknologi dan inovasi. Selanjutnya membutuhkan terobosan sektor padi berupa revolusi hijau yang dapat  melipatgandakan hasil produksi.

"Bercermin dari Brasil yang bisa jadi eksportir kedelai dan gandum padahal diyakini gandum komoditas yang tumbuh di negara subtropis. Brazil bisa tanam di negara tropis. Sehingga riset harus dilakukan," katanya.

Untuk komoditas yang dilakukan impor dan rentan banyak sekali penyelewengan seperti beras, kedelai dan gula perlu pengawasan ekstra. Sementara hasil audit BPK banyak sekali potensi penyimpangan dan dipastikan potensi penyelewengan ini menjadi PR besar bagi aparat hukum.

"Terkait komoditas beras jika pemerintah tidak melepaskan sepenuhnya maka harga pasar akan tinggi dan justru sekarang pemerintah lepaskan stok dikuasai Bulog maka akan aman. Sementara bawang putih jika tidak menekan importir untuk merealisasikannya sesuai jadwal impor segera maka harga akan tinggi. Karena kebutuhan bawang putih Indonesia imbuhnya masih dipenuhi oleh impor," jelasnya. 

Sementara itu, Khudori menegaskan berdasarkan update terbaru informasi dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sentra produksi padi di Jawa Barat (Jabar), Sumatra Selatan (Sumsel), Bali dan Lampung serta Jawa Timur (Jatim)  dilanda kekeringan akibat hujan tidak juga turun. Harusnya hujan terjadi di Oktober namun gagal.

"Jika hujan mundur musim tanam yang biasanya terjadi di Bulan Desember juga mestinya mundur. Artinya kalau hujan mundur dua bulan bisa jadi musim tanam baru terjadi akhir April hingga awal Mei. Rentang waktu selama ini membuat stok pangan yang tersedia dipastikan menipis," ulasnya.

Khudori menegaskan awal tahun depan (2024) dipastikan  ada momentum kenaikan konsumsi drastis. Pada 14 Februari 2024 terlaksana Pemilu dan bulan sebelumnya dipastikan membutuhkan banyak konsumsi seperti untuk kampanye dan sebagainya. 

Bagi bagi sembako konsumsi imbuhnya juga akan terjadi pada momentum Ramadan dan Idul Fitri kisaran April 2024. "Jika sampai pemerintah tidak ada stok pangan yang memadai ini sangat berbahaya," tegasnya. 

Khudori menegaskan pemerintah lewat Bulog harus segera memastikan kecukupan stok. Berdasarkan informasi Bulog menyatakan stok di gudang yang sekitar 1,7 juta ton telah dikurangi dengan bantuan pangan beras hingga November.

"Diprediksikan hingga akhir tahun stok menjadi 660 ribu ton dan stok ini tidak cukup untuk ke depan dengan banyaknya rentetan kebutuhan," jelasnya lagi.

Khudori memprediksikan jika hingga Desember tidak ada tambahan stok maka menyebabkan harga beras menjadi tinggi. Penting untuk diwaspadai di awal tahun jangan sampai bawang putih harganya terus melonjak naik karena komoditas bawang putih konsisten menjadi penyumbang kenaikan inflasi," tegasnya. 

Untuk beberapa komoditas lain seperti bawang merah di tingkat petani dijual harganya Rp 9.000 per kilogram sementara untuk produksi bawang merah di tingkat petani mencapai Rp 12 ribu per kilogram.

"Artinya petani nombok Rp 3.000 per kilogram dan hingga saat ini belum ada langkah yang memberi kesejukan bagi petani," jelasnya. 

Komoditas telur harganya juga masih rendah. Di tingkat peternah telur harga dijual Rp 21 ribu per kilogram sementara biaya produksi mencapai Rp 24 ribu per kilogram. 

"Pada saat yang sama harga jual rendah peternak telur sangat tertekan dengan mahalnya harga pakan yang tinggi," bebernya.

Khudori menyarankan pemerintah lewat badan pangan melakukan intervensi ke pasar supaya petani bawang merah dan telur bisa tertolong. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement