REJOGJA.CO.ID, SEMARANG -- Ikhtiar dan usaha keras pemerintah bersama seluruh pemangku kepentingan dalam mengubah image Kota Lama Semarang sudah dapat dilihat hasilnya.
Kawasan heritage yang sebelumnya terkesan kumuh dan tidak terawat tersebut, kini telah menjelma menjadi kawasan wisata yang nyaman dan cantik. Bahkan, kawasan Kota Lama Semarang sekarang juga cukup ikonik bagi pilihan destinasi wisata di Kota Semarang maupun Jawa Tengah.
Wakil Gubernur (Wagub) Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen, mengungkapkan hal itu bisa dilihat dari kunjungan wisatawan di Kota Lama Semarang yang terus meningkat.
Menawarkan destinasi wisata sejarah dan budaya, kawasan Kota Lama Semarang juga menjadi salah satu favorit pada akhir pekan serta momentum liburan.
Revitalisasi yang dilakukan beberapa tahun ini, sudah berhasil mengubah wajah kawasan Kota Lama Semarang semakin nyaman untuk disinggahi wisatawan.
“Siapa pun kini betah di Kota Lama,” ungkapnya, saat menghadiri Rakernas IX Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI), di Ballroom Borsumij Heritage Kota Lama Semarang.
Di hadapan para peserta Rakernas IX JKPI, Taj Yasin mengungkapkan bagaimana ikhtiar dan mengupayakan agar wajah Kota Lama Semarang berubah.
Namun, di balik semua ini, lanjut wagub, yang paling berat adalah bagaimana mengubah mindset masyarakat dalam menilai Kota Lama Semarang.
Pelan namun pasti, semuanya semakin bisa memahami betapa pentingnya kawasan Kota lama Semarang ini untuk menjadi penggerak ekonomi dengan kekhasan yang dimiliki.
Mialnya, pada waktu tertentu, kendaraan beroda empat, (kendaraan) bermotor tidak boleh melintas di kawasan Kota Lama dan membiasakan pengunjung berjalan kaki saat menikmati kawasan Kota Lama.
Karena Kota Lama ini juga menjadi copy paste dari kota di Belanda atau dari negara Eropa lainnya yang memang tidak suka kebisingan.
“Mereka senang berjalan kaki, maka mereka benar-benar diajak untuk menikmati keindahan Eropa di Kota Semarang ini,” jelas Taj Yasin.
Di dekat kawasan Kota Lama Semarang, lanjut wagub, ada Alun-alun Kauman dan Pasar Johar, wisatawan juga bisa menyaksikan kehidupan masyarakat dari berbagai etnis yang guyub.
Sejatinya, lokasi itu memang menjadi tempat tinggal bagi warga etnis Jawa, Arab, Melayu, Tionghoa, dan Bugis yang hidup berdampingan dan bersosialisasi tanpa ada friksi di antara mereka.
Baik dalam berbagai aktivitas perekonomian maupun dalam bermasyarakat. Ini menjadi daya tarik bagaimana keberagaman bisa berdampingan dengan nyaman.
“Karena masyarakatnya bisa bersatu, bisa bergotong-royong dan bisa hidup bersama-sama tanpa sekat apalagi saling gontok- gontokan,” tegasnya.