REJOGJA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut bahwa saat ini sebagian besar wilayah Indonesia sudah mulai memasuki periode musim kemarau, termasuk DIY. Hal ini berdasarkan pengamatan gejala fisis dan dinamika atmosfer laut yang menunjukkan bahwa Angin Timuran atau Monsun Australia sudah mulai aktif dan mendominasi wilayah Indonesia.
Kepala Stasiun Klimatologi DIY, Reni Kraningtyas mengatakan, anomali suhu muka laut perairan Indonesia (Sea Surface Temperature/SST) pada Mei hingga Juli 2023 didominasi kondisi normal (-0.25°C s.d 0.25°C), yang kemudian akan beralih menuju anomali positif/hangat (0.25°C s.d 0.5°C) pada Agustus hingga Oktober 2023.
Reni juga menyebut bahwa indeks El Nino-Southern Oscillation (ENSO) diprediksi netral, dan ada peluang El Nino lebih besar dari 70 persen dengan intensitas lemah-moderat pada Juni 2023.
Begitu pun dengan Indian Ocean Dipole (IOD) yang saat ini berada pada kondisi netral, dan pihaknya memprediksi bahwa kondisi tersebut akan menuju kondisi IOD positif mulai Juni hingga Oktober 2023.
Untuk itu, diprediksi pada tiga dasarian ke depan yakni dasarian I Mei hingga dasarian III Mei 2023, curah hujan berkisar antara 0–100 milimeter dengan kategori rendah hingga menengah. Khusus untuk wilayah DIY, curah hujan dalam tiga bulan ke depan juga diprediksi dengan kategori rendah hingga menengah.
Reni merinci bahwa curah hujan pada Mei 2023 di DIY dengan kriteria rendah–menengah berkisar antara 21-150 milimeter per bulan. Pada Juni, curah hujan di DIY diprediksi dengan kriteria rendah berkisar antara 0–100 milimeter per bulan.
"Sedangkan curah hujan bulan Juli 2023 dengan kriteria rendah berkisar antara 0-50 milimeter per bulan," kata Reni, Selasa (9/5/2023).
Pihaknya pun mengimbau agar pemerintah daerah dan masyarakat untuk lebih siap dan antisipatif terhadap dampak musim kemarau 2023. Pasalnya, diperkirakan bahwa musim kemarau tahun ini akan lebih kering dibandingkan tahun sebelumnya.
Reni juga mengimbau bagi untuk daerah-daerah dengan peluang terjadinya curah hujan rendah, perlu melakukan langkah antisipasi. Salah satunya dengan memilih budi daya pertanian yang tidak membutuhkan banyak air.
"Juga waspada (terhadap potensi) kebakaran hutan, lahan, dan semak, serta menghemat penggunaan air bersih," ujar Reni.