REJOGJA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi X DPR RI, Himmatul Aliyah, mengingatkan, kesejahteraan tenaga pendidik berkorelasi dengan kualitas mutu pendidikani. Menurut dia, di sejumlah negara dengan kualitas pendidikan yang baik, kesejahteraan tenaga pendidiknya pun baik.
"Kesejahteraan tenaga pendidik berkorelasi dengan kualitas pendidikan. Di sejumlah negara dengan kualitas pendidikan yang baik, kesejahteraan tenaga pendidiknya juga baik," kata Himmatul dikutip dari laman resmi Partai Gerindra, Jumat (5/5/2023).
Himmatul mengatakan hal ini masih dalam momentum harapan pada peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) tahun 2023, yang diperingati setiap 2 Mei lalu. Dia menambahkan, pemerintah perlu meningkatkan kesejahteraan guru dan dosen yang selama ini belum memadai.
"Pemerintah perlu meningkatkan kesejahteraan tenaga pendidik yang selama ini masih kurang memadai," kata Himmatul.
Himmatul juga mengingatkan pemerintah bahwa mereka harus serius dalam meningkatkan kualitas guru maupun dosen. Sebab, menurut dia, hal tersebut menjadi kunci penting bagi peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.
Dia melihat masih terdapat guru-guru yang tidak mencapai kompetensi minimum. Begitu pula kompetensi dosen di perguruan tinggi yang masih rendah akibat ekosistem pendidikan kurang mendukung, antara lain beban tinggi administrasi dan gaji kurang memadai.
Selain itu, kata dia, pemerintah perlu melakukan afirmasi terhadap guru honorer sehingga memiliki peluang lebih besar untuk menjadikan mereka sebagai aparatur sipil negara (ASN), baik berstatus pegawai negeri sipil (PNS) maupun pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
"Hal ini merupakan bentuk penghargaan kepada guru honorer yang selama ini telah mengabdikan dirinya selama belasan hingga puluhan tahun dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia," jelas dia.
Sebelumnya, hasil survei menunjukkan sebagian besar dosen mendapatkan gaji yang jauh dari kata layak. Akademisi yang juga dosen ilmu manajemen Universitas Indonesia (UI), Kanti Pertiwi, mengatakan, mayoritas gaji dosen yang dikumpulkan dari 1.300 responden berada di kisaran Rp 2 juta hingga Rp 5 juta per bulan.
Keluhan gaji rendah oleh dosen bertepatan dengan momentum Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) pada 2 Mei. Sehari sebelumnya, 1 Mei, para buruh di berbagai daerah di Tanah Air berunjuk rasa menuntut beragam hal. Salah satunya adalah upah murah yang mereka terima selama ini dan ketidakberdayaan terhadap perusahaan pemberi kerja.
“Rentang gaji yang paling banyak adalah di angka Rp 2-3 juta per bulan dan ada Rp 4-5 juta per bulan, jadi mayoritas Rp 2-5 juta per bulan. Beberapa mendapatkan penghasilan tambahan dengan menjadi pejabat struktural di kampusnya masing-masing, walaupun itu jadi persoalan tersendiri,” kata Kanti pada diskusi tentang serikat dosen yang diikuti secara daring di Jakarta, kemarin.
Kanti melanjutkan, pendapatan tersebut apabila dibandingkan dengan tuntutan kualifikasi dosen yang harus menempuh pendidikan S-2 atau S-3, menghabiskan sumber daya yang tidak sedikit untuk sekolah. Beberapa dosen bahkan berhenti dari pekerjaan rutin dan ketika kembali hanya diberikan kompensasi yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka.
"Periode awal karier dosen adalah masa-masa kritis. Dengan gaji Rp 2-3 juta bergelar S-2, dan telah bekerja kurang dari tiga tahun, di usia mereka itu sedang membangun rumah tangga, ada cicilan hunian, biaya sekolah anak yang tidak sedikit, dan hanya 9 persen partisipan survei yang mendapatkan gaji di atas angka tersebut," ujar dia.