Oleh : Irkhamiyati, M.IP*
REJOGJA.CO.ID, Pada umumnya, orang memaknai literasi sebagai sebuah kemampuan dalam membaca saja. Sebenarnya makna literasi itu sangatlah luas. Menurut UNESCO, literasi diartikan sebagai kemampuan mengidentifikasi, memahami, menafsirkan, membuat, mengkomunikasikan, menghitung, serta menggunakan materi cetak dan tertulis yang terkait dengan berbagai konteks.
Suharyanto (2020) mengatakan bahwa ada empat tingkatan literasi, yaitu: kemampuan untuk mengumpulkan sumber bacaan, kemampuan untuk memahami apa yang tersirat dan tersurat, kemampuan untuk mengemukakan ide atau gagasan baru teori baru, dan kreativitas serta inovasi baru, serta kemampuan untuk menciptakan barang atau jasa yang bermutu. Orang yang berliterasi (literate) nantinya akan mampu mengembangkan pengetahuan dan potensi mereka untuk berpartisipasi dalam komunitas mereka dan masyarakat secara lebih luasnya.
Indeks Literasi
Bicara tentang indeks literasi, maka tidak akan lepas dari pokok bahasan tentang gemar membaca. Selama ini kita selalu disuguhkan data bahwa nilai gemar membaca masyarakat Indonesia termasuk tergolong rendah. Suharyanto lebih lanjut menyampaikan bahwa Perpusnas RI melakukan kajian kegemaran membaca masyarakat Indonesia tahun 2020. Hasilnya menunjukkan bahwa nilai tingkat kegemaran membaca pada skor 54,17 dengan katagori sedang.
Adapun kegiatan membaca masyarakat Indonesia pada tahun tersebut rata-rata empat kali dalam seminggu, rata-rata durasi membacanya satu jam 36 menit per hari, rata-rata jumlah buku yang dibaca yaitu dua buku per tiga bulan.
Peningkatan indeks literasi masyarakat dalam gemar membaca menjadi tanggung jawab bersama. Keluarga sebagai elemen kuncinya, didukung oleh lembaga pendidikan, seperti guru dan sekolah, pemerintah melalui Perpustakaan Nasional dan Perpustakaan Daerah, dan berbagai elemen lainnya.
Dalam setiap webinar, Kepala Perpusnas RI selalu menyampaikan bahwa indeks literasi masyarakat tidak lepas dari dua sisi yang saling melengkapi. Sisi hulu memegang peranan penting, yaitu konstribusi dalam penulisan, penerbitan, distribusi, serta regulasi yang akan menyuguhkan sumber bacaan. Sisi kedua yaitu sisi hilir, yang terlihat dari gemar baca yang masih rendah, indeks literasi yang masih rendah, tidak imbangnya rasio buku dengan jumlah penduduk Indonesia, keterbatasan anggaran, dan kurangnya pustakawan yang berperan.
Peningkatan Indeks Literasi
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah melalui Perpusnas RI untuk meningkatkan indeks literasi. Salah satunya melalui upaya pemerataan layanan perpustakaan, mengupayakan ketercukupan koleksi sesuai topik bacaan yang dibutuhkan, memperluas akses bacaan melalui bahan digital, peningkatan kerja sama dengan pihak terkait lainnya, dan peningkatan kompetensi tenaga perpustakaan. Upaya tersebut tidak akan berjalan lancar tanpa kesadaran dari setiap individu akan minat baca masing-masing.
Bagi umat Islam, literasi seharusnya menjadi budaya yang melekat pada diri kita semua. Hal itu didasarkan pada surat pertama yang diturunkan oleh Allah SWT adalah perintah untuk membaca (iqra’) dan menulis (qalam). Dasar yang kedua yaitu sejarah yang menyebutkan bahwa setelah Umat Islam menang dalam Perang Badar, Nabi Muhammad SAW memerintahkan para tawanan perang untuk nUmat Islam membaca dan menulis, sebagai syarat pembebasan mereka. Dengan demikian, konsep dan budaya literasi sudah tertanam sejak zaman Nabi.
Kedua peristiwa di atas sama-sama terjadi di bulan Ramadhan. Ramadhan sudah selayaknya jika menjadi momentum untuk meningkatkan indeks literasi umat Islam. Literasi dalam artian secara tekstual dapat kita lakukan dengan memperbanyak bacaan Alquran, membaca berbagai sumber bacaan sebagai bahan kajian atau pengajian, menghadiri berbagai majeelis taklim saat Ramadhan, dan membaca untuk memenuhi kebutuhan rohani dan tugas profesi kita. Secara kontekstual, literasi yang dapat kita lakukan dengan membaca fenomena dan kondisi realita sosial masyarakat di sekitar kita. Kita bisa berbagi menu takjil dengan tetangga, membantu fakir miskin, yatim, dan dhuafa di sekitar rumah, meningkatkan zakat, infak, sedekah, dan berbagai bentuk kegiatan sosial lainnya.
Ramadhan sebagai bulan literasi umat Islam. Ramadhan akan meningkatkan indeks literasi kita yang seimbang, baik secara tekstual dan kontekstual. Hal itu selaras dengan ajaran Islam, bahwa kita hendaknya menjadi ummatan wasatho, yaitu umat yang unggul, adil, dan seimbang. Dengan demikian Islam wasathiyah tidak hanya menjadi impian semata, namun bisa diaplikasikan secara nyata. Praktik literasi selama Ramadhan juga akan membentuk amal saleh yang bukan hanya untuk diri pribadi atau individu kita saja, namun juga amal saleh bagi masyarakat. Kesalehan individu dan kesalehan sosial akan terwujud melalui budaya literasi.
*Penulis adalah Kepala Perpustakaan UNISA Yogyakarta-Ketua Umum Forum Perpustakaan PTMA