Kamis 05 Jun 2025 08:35 WIB

Konflik Santri di Ponpes Ora Aji Diselesaikan dengan Jalur Restorative Justice

Proses kompensasi tidak menjadi bagian dari pendampingan hukumnya.

Rep: Wulan Intandari/ Red: Fernan Rahadi
Kapolresta Sleman Kombes Pol Edy Setyanto Erning Wibowo.
Foto: Wulan Intandari
Kapolresta Sleman Kombes Pol Edy Setyanto Erning Wibowo.

REJOGJA.CO.ID, SLEMAN -- Kasus dugaan penganiayaan dan pencurian yang sempat memicu polemik di lingkungan Pondok Pesantren Ora Aji, Sleman berujung damai. Pihak-pihak yang terlibat dalam perkara ini, termasuk santri yang melapor maupun yang dilaporkan, telah memilih menyelesaikan konflik melalui jalur musyawarah dan kekeluargaan.

Kuasa hukum KDR, Heru Lestarianto membenarkan bahwa proses perdamaian berlangsung di Polresta Sleman, Selasa (3/6/2025). Menurutnya, jalur restorative justice (RJ) menjadi pilihan bersama untuk mengakhiri konflik.

"Sudah RJ (restorative justice) kemarin di Polresta Sleman. Secara otomatis kalau ada RJ ya semua berakhir (semua laporan polisi dari keduanya dicabut),” kata Heru, Rabu (4/6/2025).

Heru menjelaskan keputusan damai ini berangkat dari adanya komunikasi intens antara pihak korban dan pihak pondok. Pihaknya selaku penasehat hukum hanya mengikuti apa yang menjadi keputusan kliennya.

Total terdapat tiga laporan polisi yang dihentikan, yakni laporan KDR: STTLP/22/II/2025/SEK KLS/POLRESTA SLM/POLDA DIY, laporan NG: REG/61/II/2025/SPKT/RESTA SLEMAN/POLDA DIY, dan laporan FA: LP/B/146/III/2025/SPKT/POLRESTA SLEMAN/POLDA D.I.Y, tertanggal 10 Maret 2025.

Heru juga menegaskan bahwa proses kompensasi tidak menjadi bagian dari pendampingan hukumnya.

"Soal kompensasi tidak melalui penasehat hukum melainkan langsung dengan keluarga. Kita hanya mengurus soal RJ-nya saja. Yang mengurus adalah dari pihak yayasan, kita hanya mendampingi," ucapnya.

Dengan adanya kesepakatan ini, maka status hukum seluruh pihak kini dinyatakan berakhir, termasuk 13 santri yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka penganiayaan, kini statusnya juga telah dicabut. 

"Statusnya sekarang nol, tidak ada masalah lagi," ujar Heru.

Adi Susanto, kuasa hukum dari pihak FA mengatakan perdamaian ini merupakan hasil kesadaran bersama untuk memperbaiki diri dan menjaga harmoni sesama santri. Ia juga menyampaikan bahwa persoalan kompensasi berada di tangan keluarga dan yayasan, bukan dalam ranah kuasa hukum.

“Masing-masing pihak sepakat memperbaiki diri. Sama-sama menyadari yang dilakukan miskomunikasi,” ungkap Adi.

Sementara itu, Kapolresta Sleman Kombes Pol Edy Setyanto Erning Wibowo memastikan bahwa seluruh laporan baik dari sisi dugaan penganiayaan maupun pencurian telah dicabut oleh masing-masing pihak. Pendekatan restorative justice menjadi jalan tengah terbaik dalam perkara ini.

"Para pihak telah mencabut laporannya. Baik permasalahan penganiayaan maupun pencurian, masing-masing telah mencabut laporannya,” ujar Kombes Edy.

Sebelumnya, 13 santri dan pengurus di pondok milik Gus Miftah itu dilaporkan ke polisi karena diduga menganiaya santri berinisial KDR (23). Penganiayaan diawali dari korban yang dituduh mencuri. Ia diminta bertanggungjawab atas aksi vandalisme, kehilangan harta benda di kalangan santri, hingga penjualan air galon tanpa sepengetahuan pengelola ponpes.

Dalam prosesnya, salah seorang dari 13 santri terduga pelaku penganiayaan melaporkan KDR atas dugaan tindak pencurian di lingkungan ponpes. Yayasan Ora Aji sudah turun tangan dengan menjadi mediator permasalahan ini meskipun beberapa upaya mediasi kandas karena tak ada titik temu. Namun kini, penyelesaian secara damai ini menandai berakhirnya rangkaian konflik yang sempat mencoreng nama baik pondok asuhan Gus Miftah tersebut. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement