Ahad 30 Mar 2025 06:12 WIB
UII Ramadan Fair

Timbulsloko: Bertahan di Antara Abrasi dan Harapan

25 tahun terakhir, lebih dari 270 hektare daratan produktif lenyap ditelan laut.

Red: Fernan Rahadi
Foto udara permukiman penduduk yang terkepung air laut akibat abrasi di Desa Timbulsloko, Sayung, Demak, Jawa Tengah, Kamis (14/3/2019).
Foto: Antara/Aji Styawan
Foto udara permukiman penduduk yang terkepung air laut akibat abrasi di Desa Timbulsloko, Sayung, Demak, Jawa Tengah, Kamis (14/3/2019).

REJOGJA.CO.ID, Oleh: Syafa’atush Shidqina Muttaqin (Universitas Islam Indonesia)*

Deburan ombak menghempas kaki-kaki rumah di Desa Timbulsloko, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Air laut yang dulunya berjarak sekitar dua kilometer dari pemukiman warga kini mengelilingi hampir seluruh desa.

Sejak tahun 2000, abrasi mulai terjadi secara signifikan, dan dalam kurun waktu 25 tahun terakhir, lebih dari 270 hektare daratan produktif telah lenyap ditelan laut. Dari luas awal sekitar 500 hektare, kini hanya tersisa kurang dari separuhnya. Desa yang dahulu dikenal sebagai lumbung padi dan tambak ikan kini perlahan berubah menjadi lautan, memaksa warganya untuk beradaptasi dengan kondisi yang semakin sulit.

Kepala Desa Timbulsloko H. Nadiri, mengenang masa lalu, ketika banyak remaja lebih memilih bekerja di sawah dan tambak daripada bersekolah. "Dulu, tanah ini luas dan subur. Anak-anak muda lebih memilih mencari nafkah daripada duduk di bangku sekolah. Tapi sekarang? Semua sudah tenggelam, yang tersisa hanya air," kenangnya.

Abrasi dan penurunan tanah membuat banyak warga harus menyesuaikan diri dengan kondisi yang semakin sulit. Tidak hanya mata pencaharian yang tergerus, tetapi juga infrastruktur desa yang kian terancam.

photo
Foto udara pasak konstruksi Hybrid Engineering (struktur perangkap sedimen ramah lingkungan) yang berfungsi untuk meningkatkan ketahanan lingkungan pesisir dari abrasi membentang di Desa Timbulsloko, Kecamatan Sayung, Demak, Jawa Tengah, Senin (27/1/2020). - (Antara/Aji Styawan)

Kondisi lingkungan di Timbulsloko terus memburuk akibat abrasi, banjir rob yang terjadi hampir setiap bulan dengan ketinggian air mencapai 30-70 sentimeter, serta pencemaran sampah yang terbawa arus laut. Tanah yang dulu menopang kehidupan kini terus menurun, sementara gelombang pasang memperparah keadaan.

Sampah menumpuk di pesisir, menyebabkan pencemaran yang sulit dikendalikan. Sayangnya, kesadaran masyarakat terkait pengelolaan sampah masih minim, sehingga praktik pembakaran sampah masih sering dilakukan sebagai solusi instan.

Tidak hanya itu, abrasi juga menyebabkan hilangnya lahan pertanian. Jika dulu sawah dan tambak menjadi sumber utama penghidupan, kini sebagian besar lahan telah berubah menjadi perairan. Seorang petani setempat mengungkapkan bahwa dulu mereka bisa menanam padi dan udang di tambak, tetapi kini air semakin naik dan tanah semakin sedikit, memaksa banyak warga beralih profesi menjadi nelayan.

photo
Foto udara pasak konstruksi Hybrid Engineering (struktur perangkap sedimen ramah lingkungan) yang berfungsi untuk meningkatkan ketahanan lingkungan pesisir dari abrasi membentang di Desa Timbulsloko, Kecamatan Sayung, Demak, Jawa Tengah, Senin (27/1/2020). - (Antara/Aji Styawan)

Di sisi lain, sanitasi yang buruk menjadi masalah krusial bagi warga. Banyak rumah yang membuang limbah langsung ke permukaan tanah atau air, dengan septic tank seadanya dari bambu. Seorang warga mengungkapkan keprihatinannya bahwa dulu mereka tidak terlalu memikirkan sanitasi, tetapi kini dengan tanah yang semakin sedikit, air menjadi tercemar lebih cepat. Kurangnya pemahaman tentang pengelolaan sanitasi yang baik semakin memperburuk kondisi lingkungan desa ini.

Menyadari kondisi yang semakin mengkhawatirkan, sekelompok mahasiswa yang sedang menjalani kuliah lapangan bersama warga desa berinisiatif melakukan aksi bersih-bersih pesisir. Pada 4 Januari 2025, mereka berkumpul di tepian pantai, mengumpulkan sampah yang tersebar di antara akar mangrove dan pemukiman warga. Dengan penuh semangat, mereka membawa kantong besar untuk membersihkan lingkungan dari limbah plastik dan sampah lainnya.

Warga menyadari pentingnya rehabilitasi lingkungan, meskipun upaya yang dilakukan masih terbatas. Penanaman kembali pohon mangrove biasanya hanya dilakukan setelah banjir rob melanda.

Sebagian besar warga belum sepenuhnya memahami manfaat jangka panjang dari pelestarian mangrove, sehingga rehabilitasi masih bersifat reaktif. Padahal, mangrove memiliki peran penting dalam menjaga ekosistem pesisir, melindungi desa dari erosi, serta menjadi habitat bagi berbagai spesies ikan dan biota laut lainnya.

Selain itu, warga desa membentuk komunitas lokal bernama Kelompok Barokah Desa Timbulsloko yang beranggotakan masyarakat setempat untuk menjaga lingkungan. Mereka berinisiatif menanam kembali mangrove setelah banjir rob serta berupaya melestarikan ekosistem pesisir dengan cara yang mereka bisa. Mangrove yang tumbuh di sekitar desa juga mulai dimanfaatkan sebagai bahan baku produk olahan seperti kopi mangrove dan keripik mangrove, yang kini dijual sebagai sumber penghasilan tambahan bagi masyarakat setempat.

Salah satu solusi yang pernah ditawarkan oleh pihak terkait, seperti yang disampaikan oleh Kepala Bidang Lingkungan Hidup, adalah program transmigrasi. Dengan kondisi desa yang semakin tenggelam akibat abrasi dan banjir rob, warga diberikan opsi untuk pindah ke daerah yang lebih aman.

Namun, tidak ada yang bersedia meninggalkan desa mereka. Banyak warga merasa bahwa Timbulsloko adalah rumah mereka, tempat mereka tumbuh dan mencari nafkah. Meskipun tantangan semakin besar, mereka memilih untuk tetap bertahan dan berusaha mengatasi permasalahan yang ada.

Meskipun masih banyak tantangan, semangat untuk memperbaiki keadaan tetap menyala. Pemerintah dan berbagai pihak diharapkan dapat memberikan perhatian lebih terhadap desa pesisir seperti Timbulsloko. Penguatan infrastruktur tahan rob, peningkatan pengelolaan sampah, serta program edukasi lingkungan menjadi langkah penting yang perlu segera direalisasikan.

Harapan juga tumbuh agar pendidikan dapat lebih dihargai sebagai jalan untuk meningkatkan kualitas hidup. Dengan adanya akses yang lebih baik terhadap ilmu dan keterampilan, masyarakat diharapkan dapat lebih siap menghadapi perubahan lingkungan dan mencari solusi yang berkelanjutan. Kesadaran ini diharapkan dapat berkembang, sehingga kehidupan di desa tidak hanya bertahan, tetapi juga dapat berkembang lebih baik di masa depan.

"Ini baru awal, tetapi dengan terus bergerak, desa ini dapat terhindar dari pencemaran dan dampak abrasi," ujar salah satu peserta kegiatan dengan penuh keyakinan.

Dengan langkah kecil seperti membersihkan pesisir dan menjaga mangrove, warga Timbulsloko membuktikan bahwa mereka tidak hanya bertahan, tetapi juga berjuang untuk masa depan yang lebih baik. Harapan itu kini tumbuh bersama kesadaran yang semakin kuat untuk menjaga lingkungan mereka.

 

 *Karya jurnalistik di atas menjadi Juara 1 Lomba Menulis Feature Kategori Diploma/Sarjana pada event UII Ramadan Fair 2025 kolaborasi antara Universitas Islam Indonesia dengan Republika

 

 

 

Yuk gabung diskusi sepak bola di sini ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement