REJOGJA.CO.ID, SURABAYA — Seorang anak yang kini berusia 13 tahun di Kota Surabaya, Jawa Timur, menjadi korban pencabulan anggota keluarganya. Para tersangka adalah kakak korban berinisial MNA (17 tahun), ayah korban ME (43), serta dua paman korban, IW (43) dan MR (49).
Berdasarkan hasil pemeriksaan, korban mengalami pencabulan sejak masih berusia sembilan tahun, saat masih kelas 3 SD. Pertama kali tindak pencabulan dilakukan oleh kakaknya.
“Sejak tahun 2020 korban mendapat perlakukan pencabulan dari anggota keluarganya. Berawal dari kakak kandung, MNA, yang menyetubuhi korban saat kelas 3 SD,” kata Kepala Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polrestabes Surabaya AKBP Hendro Sukmono di Markas Polrestabes Surabaya, Senin (22/1/2024).
Hendro menjelaskan, terakhir kali MNA mencabuli korban pada awal Januari 2024. MNA, yang saat itu dalam keadaan mabuk, berupaya menyetubuhi korban. Namun, korban saat itu tengah menstruasi, sehingga sang kakak mencabuli adiknya dengan cara lain.
Ibu korban kemudian mengetahui tindak pencabulan tersebut dan kemudian melaporkannya ke Polrestabes Surabaya pada 5 Januari 2024. Laporan awalnya, kata Hendro, tindak pencabulan. Korban kemudian melakukan visum dan ditemukan luka pada alat vitalnya.
“Setelah visum, ternyata ada luka atau lecet. Lima hari kemudian kami lakukan upaya paksa (penangkapan) kepada para tersangka,” kata Hendro.
Hendro menjelaskan, berdasarkan hasil pemeriksaan, hanya kakak korban yang melakukan pemerkosaan. Sementara tersangka lain melakukan pencabulan dengan memegang bagian tubuh korban.
Menurut Hendro, tindakan pencabulan itu tidak dilakukan bersama-sama. Namun, kata dia, para tersangka saling mengetahui perbuatannya. “Tidak dilakukan bersama-sama, pelaku saling tahu, tapi tidak saling membahas,” kata dia.
Ayah korban, ME, mengaku melakukan tindakan pencabulan tersebut karena khilaf. “Saya melakukan mulai (korban) kelas lima SD,” kata tersangka.
Keempat tersangka dijerat Pasal 81 dan atau Pasal 82 Undang-undang (UU) Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi UU. Ancaman hukumannya maksimal 15 tahun penjara.