REJOGJA.CO.ID, BANTUL - Prevalensi stunting atau kurang gizi kronis di Kabupaten Bantul berdasarkan survei status gizi Indonesia (SSGI) telah hampir mencapai target, yakni 14,9 persen pada 2022, turun signifikan dibandingkan 2021 yang 19,1 persen.
Adapun target prevalensi stunting dari pemerintah pusat, yakni sebesar 14 persen pada 2024. Melihat penurunan yang bagus tersebut, Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih, berharap angka prevalensi stunting di Bantul dapat mencapai angka di bawah dua digit.
“Stunting itu merupakan musuh negara paling berat, angka stunting masih cukup tinggi di Bantul. Tahun 2024-2025 angka stunting harus di bawah dua digit sehingga kita akan perbaiki kinerja penurunan stunting,” ujar bupati pada rapat Koordinasi Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Bantul di Pendopo Rumah Dinas Bupati Trirenggo, Bantul.
Kasus stunting atau anak dengan kondisi gagal tumbuh dan kurang gizi sering dikaitkan dengan kemiskinan. Namun, pada kenyataannya, keluarga dengan kondisi ekonomi kurang mampu belum tentu memiliki anak stunting.
Lebih lanjut, bupati berharap seluruh pihak dapat saling bekerja sama melakukan langkah-langkah untuk menurunkan angka stunting. Melalui pemberian makanan tambahan kepada ibu hamil dan anak.
Menurut penuturan Kepala Badan Kependudukan, Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) DI Yogyakarta, Sodiqin, keluarga dengan tingkat ekonomi mampu juga berpotensi memiliki anak dengan kondisi stunting. Hal ini disebabkan karena kesalahan pola asuh.
Misalnya, anak dari keluarga mampu yang lebih sering dirawat oleh asisten rumah tangga atau kakek dan neneknya yang tidak memiliki pemahaman gizi yang baik. Ini dapat menyebabkan asupan gizi anak menjadi tidak maksimal, sehingga terjadilah stunting.