REJOGJA.CO.ID, BANTUL -- Tangan Anindita dengan lincah menggunakan canting di kain batik berwarna putih dengan pola batik buatannya. Ini merupakan kain kedua yang dilukis batik hasil karyanya.
"Saya suka menggambar dan waktu SD pernah praktik membatik, tapi kainnya kecil tidak sebesar ini," ujar Anindita saat ditemui di perayaan Hari Batik Nasional di SDN Jigudan, Kalurahan Triharjo, Kapanewon Pandak, Bantul, DIY, Selasa (10/10/2023).
Siswi kelas 9 SMPN 4 Pandak ini mengaku puas bisa membatik bunga di kain berukuran 2 meter x 1,5 meter tersebut. Meski membatik merupakan hobinya, ia mengaku tidak memiliki waktu cukup banyak untuk membatik sejak naik ke kelas 9. Selama setahun sejak masuk SMPN 4 Pandak, ia baru bisa membuat satu lembar kain batik.
Berbeda dengan Anindita, Amalia telah berhasil membuat tiga kain sejak ia menekuni kegiatan membatik yang dimulai tahun lalu. Biasanya ia akan menghabiskan waktu tiga hingga empat pekan untuk menyelesaikan satu lembar kain batik.
"Jadi waktunya tergantung kita, fleksibel aja karena kan kita masih ada pelajaran sekolah," katanya. Kedua siswi tersebut merupakan pembatik cilik binaan Komunitas Pembatik Cilik yang diinisiasi oleh Yayasan Pendidikan Astra - Michael D Ruslim (YPA- MDR).
Ada sebanyak 92 siswa dari empat sekolah binaan Astra di Pandak yang mengikuti kegiatan ini. Empat sekolah tersebut antara lain SDN Jigudan, SDN Ciren, SDN Gunturan, dan SMPN 4 Pandak.
Komunitas Pembatik Cilik merupakan inisiasi Yayasan Pendidikan Astra - Michael D Ruslim (YPA-MDR) yang diadakan di Kapanewon Gedangsari, Gunungkidul, dan Kapanewon Pandak, Bantul. Untuk di Pandak, ada sebanyak 92 siswa dari empat sekolah binaan Astra yakni SDN Jigudan, SDN Ciren, SDN Gunturan, dan SMPN 4 Pandak yang menjadi binaan Komunitas Pembatik Cilik.
Regenerasi dan pelestarian budaya batik menjadi salah satu tujuan utama didirikannya komunitas tersebut di Pandak. Bekerja sama dengan pendiri Komunitas Pembatik Cilik dari Kota Batu, Malang, Anjani Sekar Arum, YPA- MDR berupaya agar kampung wisata batik di Dukuh Gunting, Kalurahan Gilangharjo, Pandak, dapat terus berkembang.
Koordinator Bidang Kecakapan Hidup dan Seni Budaya YPA-MBR Dwi Oki menjelaskan, keempat sekolah tersebut telah menjadi binaan Astra sejak 2007. Pihaknya memfasilitasi sekolah dengan sarana prasarana membatik dengan tujuan melestarikan batik lewat anak-anak.
"Kami pilih sekolah dan anak-anak yang minat dan bakat di bidang batik untuk dilatih dengan Bu Anjani sejak 2021. Jadi kami bekerjasama dengan masyarakat, supaya bisa melestarikan budaya membatik," jelas Dwi Oki.
Melalui komunitas ini, anak-anak tidak hanya diajari membatik, mereka juga dapat menjual karya batik mereka melalui pameran-pameran yang diselenggarakan Astra. Uang hasil penjualan batik pun akan masuk ke tabungan pendidikan yang bekerja sama dengan Bank BPD DIY.
Sebagai pembina Komunitas Pembatik Cilik, Anjani Sekar Arum menegaskan mereka tidak memperkerjakan atau mengeksploitasi anak-anak. Para pembatik cilik akan membatik di sela waktu luang mereka, dan tidak ada target kapan harus menyelesaikan karya batik mereka.
"Kami tidak mengeksploitasi anak untuk bekerja. Komunitas ini untuk memotivasi siswa menghasilkan uang melalui pelestarian batik, dan uang itu dapat digunakan untuk pendidikan mereka selanjutnya," ungkapnya.
Selain belajar membatik, anak-anak pembatik cilik juga memberikan edukasi membatik untuk wisatawan di Kampung Wisata Batik Cilik di Padukuhan Gunting, Kalurahan Gilangharjo. Mereka memperagakan karya batik mereka sendiri dalam fashion show yang diadakan dalam menyambut Hari Batik Nasional.
Meski masih tergolong baru, batik yang dihasilkan oleh para pembatik cilik binaan Anjani telah beberapa kali terjual dalam berbagai pameran nasional. Karya para pembatik cilik ini telah terjual dalam kisaran harga Rp 500 ribu hingga Rp 2,5 juta.
Seperti batik yang dibuat oleh Faezza (12 tahun) siswa kelas 6 SDN Jigudan, terjual Rp 500 ribu dalam acara fashion show di Kampung Wisata Batik beberapa waktu lalu. "Temanya padi, karena saya sering lihat padi dalam perjalanan ke sekolah," ujar dia.
Regenerasi pembatik
Pemilihan keempat sekolah tersebut untuk menjadi binaan dalam Komunitas Pembatik Cilik tak lepas dari keberadaan Desa Sejahtera Astra (DSA) Gilangharjo. Di desa tersebut, banyak warga yang menekuni batik sebagai mata pencaharian mereka.
Faezza memiliki bakat menggambar dan minat terhadap batik yang diturunkan oleh orangtuanya yang dulunya membatik. Menurut guru pembimbing batik SDN Jigudan, Sumarni, banyak dari pembatik cilik mewarisi bakat batik dari orangtua mereka.
"Di sini kebanyakan di rumah orangtuanya banyak yang membatik juga. Jadi ada yang dapat warisan orangtua ada yang bakat juga, ada yang dapat bimbingan khusus oleh Bu Anjani," kata Sumarni.
Meski sekolah memiliki mulok pelajaran membatik, sejak awal tidak mudah mendapatkan anak yang ingin ikut komunitas pembatik cilik. Melalui kelas batik yang dilaksanakan sepekan sekali, SDN Jigudan berhasil mendapatkan sebanyak 12 siswa untuk ikut program Komunitas Pembatik Cilik.
"Saya berharap selain melestarikan budaya batik milik kita sendiri, batik kita juga semakin laku, dipakai kalangan internasional," harapnya.
Dukuh Gunting, Tumilan berharap, anak-anak pembatik cilik mampu melestarikan batik yang sudah diwarisi turun temurun di Gilangharjo. Dahulu, mayoritas warga di Gilangharjo merupakan pembatik. Namun saat ini, jumlah tersebut menurun hingga sekitar 20 persen.
"Di Pandak tidak banyak yang membatik, dulu di kampung kami Gilangharjo saja mayoritas hampir separuh lebih pembatik, sekarang hanya tinggal 10 -20 persennya," jelasnya.
Upaya regenerasi pembatik ini juga dilakukan dengan menjadikan anak-anak Komunitas Pembatik Cilik sebagai pemandu wisata bagi para wisatawan yang datang ke kampung wisata batik. Di sana, mereka akan mengajarkan batik untuk para wisatawan yang hadir.
Tidak hanya itu, mereka juga akan menjadi model peragaan busana batik untuk batik kreasi mereka sendiri. "Mimpi kita jangan sampai generasi batik punah," kata Tumilan.