REJOGJA.CO.ID, BANTUL - Sebanyak lima orang wanita asing, beberapa di antaranya menggunakan hijab, mengikuti tarian tradisional yang diadakan di sebuah pondok pesantren di Kabupaten Bantul, DIY.
Salah satu wanita tersebut bernama Aisha Elmir, seorang Muslimah Australia yang sedang berkunjung untuk mempelajari Islam di Indonesia. Aisha tidak bisa menahan semangatnya ketika ditanya mengenai pengalaman tersebut. "Seru sekali bisa ikut menari," ucap wanita berhijab tersebut kepada Republika pada Rabu (27/9/2023).
Melalui program Pertukaran Muslim Australia-Indonesia (AIMEP) 2023, Aisha bisa berkesempatan mempelajari tarian tradisional dengan sholawat emprak di Pondok Pesantren Seni dan Budaya Kaliopak, Piyungan, Bantul. Sebagai aktivis dialog antaragama dari Islamic Sciences and Research Academy Australia, ia memandang perdamaian dan kerukunan di Indonesia perlu dicontoh oleh keragaman di Australia.
"Banyak hal yang saya pelajari di sini. Latar belakang saya dialog antaragama, saya suka dengan perdamaian dan kerukunan di Indonesia dan bagaimana mereka hidup damai bahkan berbagi budaya dan tradisi. Itu adalah sesuatu yang ingin saya bawa ke Australia," ujar Aisha.
Senada dengan Aisha, peserta AIMEP lainnya, Ahmed Osman menyatakan sangat terkesan dengan perpaduan antara budaya dan Islam, dan bagaimana budaya menjadi sarana untuk syiar Islam di Indonesia. Meski Australia memiliki beragam latar belakang, tapi Islam di sana tidak memiliki ciri khas seperti di Indonesia.
"Jadi kami tidak memiliki identitas Islam Australia. Menurut saya itu harus dikembangkan, betapa nyamannya syiar dan persinggungan umat Islam yang alangkah baiknya dikembangkan di Australia," katanya.
Sebagai seorang arsitek, Ahmed sedang bereksplorasi untuk mengembangkan arsitektur keislaman khas Australia. Ini karena di Australia, umat Muslim dari beragam latar belakang tidak berbaur di masjid yang khas Australia.
"Karena di masa lalu kita biasanya berkunjung ke masjid yang merupakan asal usul kita, tapi bukan masjid asli Australia. Jadi bagaimana kita membuat hal itu lebih mainstream," ujarnya.
Di Ponpes Seni dan Budaya Kaliopak, 14 peserta AIMEP melakukan diskusi mengenai budaya Indonesia dan dakwah Islam melalui budaya. Pemimpin Ponpes Kaliopak, KH Jadul Maula menjelaskan, sholawat emprak merupakan perpaduan seni musik, tari, dan vokal sastra yang menggambarkan sosok Nabi Muhammad SAW dan perjuangannya.
Seni yang sempat hilang ditelan zaman ini, dimunculkan kembali oleh Ponpes tersebut pada sekitar 2011. "Sholawat emprak ini perpaduan kreativitas di bidang koreografi, vokal dan musik yang bisa berkolaborasi dengan berbagai musik dunia," jelasnya.
Ia memaparkan, ketika ingin menghidupkan kembali sholawat ini, ponpes berupaya mengumpulkan para sesepuh yang sudah lama tidak menghidupkan tradisi ini. Berbekal dari ingatan seniman-seniman tua tersebut, sholawat emprak berupaya dihidupkan kembali melalui anak-anak muda yang berkumpul di ponpes itu.
"Dulu hanya diingat kembali, sama lirik lagunya lalu kita tampilkan. Kemudian ketemu naskah mengenai sholawat ini," ungkap dia.
Ponpes Seni Budaya Kaliopak bukanlah sebuah ponpes formal, melainkan tempat wadah berkumpulnya para anak muda yang ingin belajar mengenai kesenian dan dakwah Islam secara bersamaan. Di sini, mereka diajarkan sholawat emprak yang kemudian dikembangkan dengan berbagai kolaborasi musik.
Tidak ada yang tahu pasti arti kata emprak. Menurut KH Jadul, artinya bisa duduk, tepuk tangan bahkan berdiri sambil menari berputar. "Kemudian sholawat ini kita sesuaikan dengan cita rasa anak muda hari ini. Pada akhirnya tradisi itu sesuatu yang dinamis dan disesuaikan dengan zaman," katanya.
Empat belas pemimpin muda komunitas Muslim Australia memulai kunjungan sepekan mereka ke Indonesia sebagai bagian dari Program AIMEP 2023. AIMEP didirikan pada 2002 oleh Pemerintah Australia melalui Australia-Indonesia Institute.
AIMEP berfokus pada pertukaran dan dialog antarwarga, yang bertujuan untuk menghapus stereotipe, membangun pemahaman yang lebih dalam tentang komunitas dan masyarakat masing-masing, serta mendorong kolaborasi dan hubungan yang langgeng. Delegasi Australia ini mengunjungi organisasi dan lembaga-lembaga penting termasuk Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan Masjid Istiqlal.
Kuasa Usaha Kedutaan Besar Australia, Steve Scott mengatakan, hubungan antar masyarakat yang terjalin melalui AIMEP membangun pemahaman yang lebih besar antara Indonesia dan Australia dan memperkaya kedua komunitas kita.
"Ini adalah kesempatan bagi para pemimpin muda untuk merasakan secara langsung kehidupan masyarakat multikultural di Indonesia dan Australia," ujar Steve.
Tahun ini, AIMEP kembali berkunjung secara langsung setelah sebelumnya diselenggarakan secara daring pada 2021-22. Delegasi Australia yang berkunjung ke Indonesia bulan ini adalah bagian dari 58 delegasi dari Indonesia dan Australia yang ikut dalam pertukaran virtual di 2021-22.
Delegasi Australia 2021 dan alumni program daring AIMEP, Dean Mousad mengatakan, rasanya sudah lama sekali, 2021, ketika mereka melakukan program daring untuk AIMEP.
"Alhamdulillah, semuanya menjadi nyata dan kita akan bertemu langsung di Indonesia, insya Allah. Saya sangat menantikan untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman baru, dan juga berbagi pengetahuan dan pengalaman kami," jelasnya.
Delegasi AIMEP Australia yang berpartisipasi dalam kunjungan ini termasuk para pemimpin komunitas dari Melbourne, Sydney, Perth, dan Gold Coast. Mereka merupakan para pemimpin pemuda, pengusaha, praktisi kesehatan mental, guru, pengacara, dan orang-orang yang bekerja di bidang pemberdayaan perempuan.