REJOGJA.CO.ID, UNGARAN -- Musim kemarau selalu berdampak terhadap terbatasnya akses air bersih bagi sebagian warga di Kabupaten Semarang, Jateng. Pasalnya sejumlah mata air dan sumur di lingkungan mereka kehilangan debit air yang cukup signifikan.
Sehingga warga di sejumlah wilayah desa yang ada sudah mengalami krisis air bersih untuk kebutuhan sehari-hari, bahkan ketika musim kemarau belum mencapai puncaknya.
Namun tidak demikian halnya dengan warga Desa Patemon, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang. Karena mereka telah mampu memenuhi kebutuhan air bersih secara mandiri dengan memanfaatkan sumur resapan.
Berkat ikhtiar ini pula, desa yang berada di kaki Gunung Merbabu ini layak berjuluk ‘desa sumur resapan', karena mayoritas warganya kini telah mendapatkan manfaat dari pembuatan sumur resapan tersebut.
“Saat ini setidaknya ada 300 titik sumur resapan di lingkungan Desa Patemon ini,” ungkap penggerak sumur resapan Desa Patemon, Joko Waluyo (63), di Tengaran, Kabupaten Semarang, Selasa (12/9).
Ia mengatakan di 2013 silam, wilayah Desa Patemon masih menjadi salah satu desa yang rawan terhadap bencana kekeringan. Meski berlokasi di kaki Gunung Merbabu, tidak banyak memiliki akses sumber air penopang kebutuhan warga.
Sehingga setiap musim kemarau tiba, warga Desa Patemon selalu mengalami kekeringan dan akses air bersih warganya juga sangat terbatas.
“Saya masih ingat saat kemarau panjang pada 2013, warga desa kami hanya mengandalkan bantuan air bersih justru dari PDAM Kota Salatiga, karena kedekatan wilayah dengan Kota Salatiga,” katanya.
Atas persoalan air bersih ini, masih jelas Joko, ia pun berikhtiar untuk mengatasi problem menahun setiap musim kemarau tersebut, dengan membuat sumur resapan pada 2014.
Ini setelah ia bertemu dengan Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) yang kemudian melakukan uji coba pembuatan sumur resapan berukuran 2 x 2 meter dengan kedalaman dua meter yang berlokasi di halaman rumahnya.
Bahan bakunya juga sederhana di dasarnya galian tersebut hanya diberi batu koral. Sumur resapan uji coba ini ternyata dapat berfungsi efektif dan mampu menjaga debit air sumur yang ada di rumahnya.
Hingga ia pun memiliki tanggung jawab untuk menularkan kepada warga lain. Awalnya, kata Joko, ide untuk memperbanyak sumur resapan ini pernah ditolak oleh warga dengan berbagai alasan, namun pelan tapi pasti warga mulai memahami pentingnya solusi bagi kebutuhan air.
Sehingga, sumur resapan kini semakin populer di Desa Patemon dan warga ramai-ramai ingin membuat sumur resapan apabila ada program CSR menyasar lingkungan desa mereka.
Dengan semakin banyaknya sumur resapan, di saat musim kemarau seperti sekarang ini, warga Desa Patemon sudah mandiri air bersih, “Karena satu unit sumur serapan manfaatnya dapat dirasakan oleh beberapa kepala keluarga (KK),” ujar dia.
Hal ini diamini oleh Budiono (50) warga Desa Patemon lainnya yang telah membangun sumur resapan. Berkat sumur resapan tersebut, sumur yang ada di rumahnya tidak pernah kekurangan meski musim kemarau.
Bahkan, jika dahulu air sumur di rumahnya hanya dimanfaatkan sendiri, sekarang dimanfaatkan oleh 18 KK dan sangat mencukupi. “Bahkan, di musim kemarau sekarang ini, air sumur bisa diambil pagi dan sore hari, dengan volume mencapai 200 - 300 liter setiap pengambilan,” jelasnya.
Joko Waluyo menambahkan, pembangunan sumur resapan juga memiliki banyak kemanfaatan lain. Desa Patemon tidak hanya terbebas dari masalah kekeringan ketika musim kemarau melanda.
Namun warga yang telah membangun sumur resapan, juga merasakan debit air sumur di rumahnya juga tidak pernah surut meskipun musim kemarau. Karena sumur resapan juga mampu menjaga sumber air dalam tanah.
Pembangunan sumur resapan pun bermanfaat untuk menanggulangi banjir, karena sifatnya yang menampung air agar meresap ke dalam tanah pada saat musim hujan. “Sehingga mampu mengurangi debit air di permukaan tanah,” ujar dia.