REJOGJA.CO.ID, YERUSALEM -- Israel dikhawatirkan berencana mencaplok mata air Al-Hawiya milik Palestina. Al-Hawiya adalah salah satu dari puluhan mata air di distrik bersejarah Husan di Kota Bethlehem, wilayah pendudukan Tepi Barat.
Dilaporkan Middle East Monitor, Jumat (21/7/2023), mata air Al-Hawiya terletak di lembah yang dikelilingi pohon zaitun, di antara kebun sayur. Mata air ini berasal dari Pegunungan Husan dan terkumpul di kolam kecil buatan.
Mata air dan kolam Al-Hawiya memberikan kehidupan bagi penduduk lokal dan warga Palestina dari berbagai kota di Tepi Barat. Mereka bisa mendapatkan udara segar dan istirahat.
Pemilik kebun di sekitar kolam juga menggunakan mata air untuk menyiram sayuran yang mereka tanam. Namun, penduduk Palestina khawatir Israel akan mencaplok mata air Al-Hawiya.
Israel sebelumnya menyita sekitar 4.000 hektare tanah milik Palestina di distrik Husan dan mendirikan permukiman ilegal Betar. Israel dilaporkan akan merebut sumber air yang memiliki ciri wisata dan sejarah tersebut.
Dalam pertemuan mingguan pada 17 Juli, kabinet Israel menyetujui alokasi anggaran sebesar 120 juta shekel atau 33 juta dolar AS selama tiga tahun, sebagai bagian dari draf resolusi yang disampaikan oleh Menteri Urusan Yerusalem dan Warisan, Amihai Eliyahu, Menteri Keuangan, Bezalel Smotrich dan Menteri Pariwisata, Haim Katz.
Alokasi dana ini bertujuan untuk melestarikan peninggalan bersejarah di Tepi Barat. Dalam pidatonya pada pertemuan Dewan Menteri mingguan di Ramallah, Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh mencatat bahwa Israel sedang mencoba mengubah wilayah Al-Hawiya yang bersejarah, menjadi tempat religius dan wisata untuk pemukim Yahudi.
Shtayyeh meminta Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) untuk melindungi situs bersejarah Palestina dari rencana Yudaisasi dan Israelisasi.
Ia mengatakan, agresi Israel dan terorisme pemukim meningkat di situs arkeologi Palestina, terutama di Kota Sebastia, dekat Nablus di Tepi Barat dan Desa Husan di Kegubernuran Bethlehem yang merupakan sumber mata air.
Shtayyeh memperingatkan dampak dari pengurangan tajam kuota air oleh perusahaan air Israel, Mekorot, yang dialokasikan ke Provinsi Hebron dan Bethlehem di wilayah pendudukan Tepi Barat. Hal ini menggambarkan tindakan berbahaya, diskriminatif, dan rasis yang merampas hak paling mendasar atas air.
"Perusahaan Israel telah mengurangi kuota air untuk warga Palestina, tapi mereka telah meningkatkan pasokan air untuk pemukim ilegal," ujar Shtayyeh.
Rata-rata konsumsi air per kapita Palestina tidak melebihi 72 liter per hari, sedangkan orang Israel mengonsumsi 320 liter per hari. Selain itu, Shtayyeh juga menyambut adopsi resolusi Dewan Hak Asasi Manusia yang menyerukan pengembangan database perusahaan yang beroperasi, atau mereka yang terlibat dalam kegiatan langsung atau tidak langsung di pemukiman ilegal.
Ia meminta negara-negara yang tidak mendukung resolusi untuk meninjau kembali posisi mereka, dan berhenti mendorong kejahatan otoritas pendudukan Israel yang ilegal menurut hukum internasional.