Namun, pihaknya akan melakukan evaluasi terkait penerapan ASPD. Pihaknya juga akan mempertimbangkan komponen seleksi lainnya, selain ASPD sebagai masukan dari Mendikbudristek.
"Tentunya persoalan-persoalan di daerah itu kita inventarisasi apabila tidak ada alat seleksi yang seperti ASPD. Mungkin kita akan menggunakan alternatif apa yang paling ideal, dan memberi rasa keadilan kepala calon siswa," kata Didik kepada Republika, Rabu (7/6/2023).
Ia menjelaskan, berbeda dengan ASPD, model asesmen yang dilaksanakan dalam konteks Kurikulum Merdeka terdiri dari formative assessment dan summative assessment. Asesmen formatif adalah penilaian yang dilakukan untuk memberikan informasi atau umpan balik kepada guru maupun siswa agar dapat memperbaiki proses belajar. Asesmen ini dilakukan di awal pembelajaran, pertengahan pembelajaran, akhir pembelajaran, maupun sepanjang pembelajaran berlangsung.
"Kalau kita lihat dalam panduan Pembelajaran dan Asesmen Kemendikbud, asesmen formatif adalah asesmen yang diutamakan daripada asesmen sumatif. Hal ini dikarenakan, asesmen ini lebih berfokus pada perkembangan kompetensi siswa daripada hasil akhir," papar Endro kepada Republika, Selasa (6/6/2023).
Sebaliknya, asesmen sumatif adalah penilaian yang dilakukan untuk memastikan tercapai tujuan pembelajaran secara keseluruhan. Itulah mengapa, kata Endro, asesmen ini sering dilakukan di akhir proses pembelajaran, seperti di akhir semester, akhir tahun ajaran, atau akhir jenjang pendidikan.
Dalam konteks Kurikulum Merdeka, lanjut dia, asesmen sumatif tidak hanya menggunakan instrumen tes sebagai satu-satunya cara untuk mengevaluasi hasil pembelajaran, tapi juga menggunakan instrumen yang lain seperti observasi, praktik, mengerjakan proyek, dan membuat portofolio.
"Jika ditilik dari perbedaan model asesmen dari ASPD dan Kurikulum Merdeka, maka gagasan Menteri Nadiem penghapusan ASPD cukup rasional dan argumentatif," kata Endro