REJOGJA.CO.ID, SURABAYA -- Pengamat pertanian Universitas Brawijaya (UB) Sujarwo mewanti-wanti dampak El Nino yang bisa mengakibatkan kemarau panjang, dan diperkirakan mencapai puncaknya pada Agustus 2023. Sujarwo mengatakan, El Nino akan berdampak pada penurunan curah hujan di Indonesia.
Jika terjadi, tentunya berpotensi pada penurunan suplai air yang dibutuhkan sektor pertanian. "Dalam sistem produksi pertanian, kekurangan air akan menghambat proses metabolisme tanaman yang berdampak pada penurunan produktivitas sampai pada kegagalan panen. Situasi ini tentunya sangat merugikan bagi petani dan juga ketahanan pangan nasional," kata Sujarwo di Surabaya, Selasa (16/5/2023).
Ia menjabarkan, berdasarkan data BNBP pada Maret 2023, terdapat 11 provinsi yang berpotensi kekeringan dengan curah hujan rendah. Yaitu Aceh, Bali, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, NTT, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi tengah, dan Sumatra Utara. Padahal, Jawa Timur dan Jawa Barat adalah dua Provinsi besar penopang produk pertanian nasional.
"Dari sisi produksi pertanian, hampir pasti ini akan terancam terjadi penurunan, dan berdampak pada pergerakan harga produk pertanian yang meningkat bukan karena tarikan demand tapi karena efek penurunan produksi," kata dia.
Sujarwo mengatakan, langkah pemerintah untuk mengantisipasi persoalan ini sudah cukup tepat. Di mana Kementerian Pertanian terus menjalankan program-program untuk mengatasi kekeringan seperti pembangunan embung, waduk, rehabilitasi irigasi, hibah pompa, hingga asuransi pertanian.
"Adanya waduk atau embung adalah hal yang baik dalam meningkatkan daya tampung permukaan atas air hujan yang turun. Rehabilitasi saluran irigasi juga penting, karena meningkatkan efektifitas dan efisiensi distribusi air, sehingga tidak banyak yang hilang dalam pendistribusian air ke lahan-lahan pertanian," ujarnya.
Sementara, lanjut Sujarwo, untuk program asuransi pertanian adalah suatu hal yang lain. Asuransi pertanian adalah upaya memitigasi atas risiko dihadapi yang berpotensi pada kehilangan yang besar. Maka, petani yang peduli atas hasil usaha taninya akan cenderung membeli asuransi untuk menjaga agar potensi kehilangan tidak terlalu besar.
"Hal ini dikarenakan adanya coverage dari asuransi atas kegagalan produksi yang sangat mungkin terjadi. Apa-apa yang dilakukan pemerintah itu sangat baik dalam upaya mitigasi potensi negatif El Nino," kata Sujarwo.
Sementara itu dari sisi lain seperti teknologi produksi, tentu terus diupayakan jenis-jenis tanaman yang mampu bertahan pada siutasi air rendah. Menurutnya, Inovasi menjadi kunci untuk perbaikan teknik budidaya pada berbagai lingkungan yang berbeda.
"Selain itu, tentu menjadi penting untuk mengembangkan teknologi produksi berbasis laboratorium terkontrol (precision agriculture) dan penggunaan Artificial Intelligence (AI) untuk membangun system produksi sustainable tanpa pengaruh lingkungan luar dan perubahan cuaca," ujarnya.