REJOGJA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Sejumlah air sumur warga di Kelurahan Mantrijeron, Kota Yogyakarta, sudah dilakukan pengujian oleh UPT Laboratorium Lingkungan Hidup, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta. Terungkap, banyak sumur warga yang tercemar E coli, bahkan hingga tercemar nitrat (NO2).
Seperti di RT 40/RW 11, Kelurahan Mantrijeron yang beberapa air sumur warga sudah dilakukan pengujian oleh UPT Laboratorium Lingkungan Hidup DLH Kota Yogyakarta. Ketua RT 40/RW 11, Kelurahan Mantrijeron, Anjang mengatakan, pihaknya masih menunggu hasil dari pengujian air sumur ini.
Setidaknya, sudah ada 12 sumur warga yang diuji di RT ini. Meski belum mengetahui hasilnya, Anjang menyebut bahwa air sumur warga di RT lain yang hasil ujinya sudah keluar, ada yang menunjukkan tercemar E coli, bahkan NO2.
"Sebenarnya kalau (yang diperiksa) satu atau dua (sumur) itu hasilnya cepat. Tapi karena satu kelurahan kemudian hasilnya itu tidak langsung diberikan, pas sudah jadi baru disampaikan semua, jadi lama (diberikan hasilnya)," kata Anjang kepada Republika saat ditemui di kantor Kelurahan Mantrijeron, Kota Yogyakarta, Rabu (10/5/2023).
Anjang menyebut saat ini masih banyak warga yang mengandalkan air sumur untuk konsumsi sehari-hari. Air sumur ini tidak hanya digunakan untuk keperluan mandi, cuci, dan kakus (MCK).
"Kebanyakan sumur itu dipakai untuk konsumsi, kalau pakai air mineral (galon) terbatas, ekonomi menengah ke atas pakai air mineral, tapi kebanyakan masih pakai air sumur, sumur jadi andalan," ujar Anjang.
Meski begitu, Anjang menyebut bahwa warga yang air sumurnya sudah tercemar E coli, dapat diproses dengan baik jika ingin diolah. Seperti merebus air tersebut hingga mendidih.
Seperti diketahui, DLH Kota Yogyakarta melalui UPT Laboratorium Lingkungan Hidup menyebut hampir semua air sumur dan juga seluruh sungai yang mengalir di Kota Yogyakarta tercemar. Baik itu tercemar E coli, nitrat, maupun fosfat.
Kepala UPT Laboratorium Lingkungan Hidup, DLH Kota Yogyakarta, Sutomo mengatakan salah satu penyebab pencemaran air sumur yakni lantaran saluran limbah septic tank yang berdekatan dengan sumur. Terlebih, sebagian wilayah di Kota Yogyakarta merupakan wilayah padat penduduk.
"Mungkin (tercemarnya) dari septic tank, dari tanah-tanah warga, kemudian mungkin karena jarak antara sumur dengan buangan septic tank itu terlalu dekat atau terlalu lama. Akhirnya dia merembet ke sana (ke sumur), bisa jadi seperti itu dugaannya kalau (sumur) yang (tercemar) E coli," kata Sutomo.
Sutomo juga menuturkan saat ini masyarakat justru lebih banyak mengonsumsi air isi ulang dibandingkan air sumur. Penggunaan air sumur ini, katanya, rata-rata digunakan untuk MCK (mandi cuci kakus).
"Saya kira lebih murah pakai air galon dibanding dengan merebus dengan bahan bakar. Memudahkannya air sumur dipakai untuk MCK saja, untuk dikonsumsi air ulang dan PDAM juga bisa menjadi solusi," jelasnya.