REJOGJA.CO.ID, SLEMAN -- Direktur Eksekutif Indonesian Presidential Studies (IPS), Nyarwi Ahmad, menilai pertemuan antara Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dengan Menko bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) bisa dilihat dari tiga perspektif.
Pertama, pertemuan tersebut bisa dibaca sebagai pertemuan dua sahabat lama yang sama-sama lama berkiprah dalam panggung politik dan kepartaian di Indonesia.
"Sebagaimana kita tahu, LBP merupakan salah satu elite Golkar dan Surya Paloh dulu juga pernah berkiprah di Golkar, meski sekarang sudah menjadi Ketua Umum Partai Nasdem," kata Nyarwi kepada Republika, Ahad (7/5/2023).
Kedua, pertemuan keduanya juga bisa mengindikasikan baik Luhut maupun Surya Paloh sama-sama punya agenda politik dan kebangsaan jelang Pilpres 2024 mendatang. Menurut Nyarwi, keduanya memiliki tawaran-tawaran agenda yang hendak dibicarakan dan negosiasikan, baik terkait politik kebangsaan maupun politik elektoral.
"Terkait pembahasan politik elektoral, misalnya, soal siapa saja yang potensial menjadi sosok capres dan cawapres dan siapa saja yang layak didukung dalam perspektif masing-masing. Tentu secara detail yang lebih tahu apa seperti apa agenda mereka, ya mereka berdua masing-masing atau orang-orang yang ada di lingkaran dekatnya," ujarnya.
Kemungkinan ketiga, pertemuan keduanya juga menandakan kerenggangan hubungan antara Presiden Jokowi dan Surya Paloh semakin nyata menjelang Pilpres 2024 mendatang. Nyarwi menilai, pintu komunikasi politik Surya Paloh secara langsung kepada Presiden Jokowi tampaknya kian sempit.
"Keberadaan LBP dalam pertemuan tersebut juga bisa kita baca sebagai representasi dari orang dekat Presiden Jokowi. Kita tahu LBP sudah lama menjadi orang dekat kepercayaan presiden Jokowi," tuturnya.
Namun demikian, ia melihat agenda yang dibawa Luhut ketika bertemu Surya Paloh, tidak lepas dari agenda besar presiden Jokowi. Bahkan menurutnya bukan tidak mungkin, Luhut mendapatkan penugasan dari Presiden Jokowi untuk menemui Surya Paloh. "Paling tidak menyampaikan pesan-pesan dari Presiden Jokowi kepada Surya Paloh," tuturnya.
Dosen Komunikasi Politik UGM itu mengatakan, sejak Nasdem mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai capres awal Oktober 2022, hubungan Surya Paloh dengan Presiden Jokowi makin memudar, dibanding dengan periode-periode sebelumnya. Namun demikian ia tak yakin pertemuan tersebut bermaksud menggoyang peta bursa tiga capres hari ini (Ganjar, Prabowo dan Anies), sehingga hanya dua capres tanpa Anies.
"Apakah pertemuan keduanya dapat mewarnai bursa cawapres yang potensial mendampingi masing-masing tokoh tersebut, kalau itu menurut saya masih memungkinkan terjadi. Namun, pertemuan tersebut saya kira belum mampu mengerucutkan bursa pasangan koalisi parpol ataupun pasangan capres-cawapres, karena saat ini dan beberapa bulan kedepan, dinamika elit dan elektoral akan terus terjadi dan masih tercipta opsi-opsi yang terbuka," terangnya.
"Saya kira variabel ketua-ketua umum parpol lainnya, khususnya yang tergabung dalam KIB dan KIR menjadi faktor penting yang menentukan, baik format pasangan koalisi parpol maupun pasangan capres-cawapres yang akan didaftarkan ke KPU pada bulan oktober-november mendatang," katanya.