REJOGJA.CO.ID, SURABAYA -- Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Diktis) Kementerian Agama RI menggelar Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2023 di UINSA Surabaya pada 2-5 Mei 2023. Kegiatan tahun ini mengambil tema Kontekstualisasi Fikih untuk Peradaban dan Kehidupan Manusia.
Acara dibuka oleh Menteri Agama Republik Indonesia Yaqut Cholil Qoumas dan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa. Pembukaan AICIS berlangsung di Sport Center UIN Sunan Ampel Surabaya.
Hadir pula para rektor PTKIN, akademisi perguruan tinggi Indonesia, dan beberapa intelektual asing. AICIS merupakan wadah para pakar dan akademisi untuk diskusi intensif dengan tidak berbasis pengetahuan akademik tapi juga berangkat dari kasus di lapangan terkait dengan isu fikih dan hukum islam.
Dirjen Pendidikan Islam Ali Ramdhani mengatakan AICIS 2023 berbeda dengan tahun sebelumnya. Pertama, tema yang diangkat pada tahun ini adalah wujud respons atas tantangan pada tahun sebelumnya.
AICIS tahun ini dirancang sebagai forum indept discussion di bidang ilmu fikih sehingga lebih fokus sehingga berorientasi pada policy recomendations.
Kedua, AICIS mengintegrasikan kajian teoretis dan pengalaman empiris tentang nilai kemanusiaan dan spirit perdamaian dalam kehidupan beragama dengan mempertemukan pelaku di lapangan dengan akademikus ternama.
“Tahun ini AICIS berkolaborasi dengan 10 jurnal PTKI terindeks Scopus, naskah yang terpilih dan dipresentasikan dikelola sesuai standar penanganan naskah jurnal dan akan dipublikasikan di jurnal tersebut. AICIS 2023 dilandasi spirit dan mindset digital sehingga seluruh produk yang dihasilkan dari AICIS terutama manual book dan kumpulan abstrak papers dapat diakses melalui aplikasi Pusaka Superapps," katanya.
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa menyampaikan AICIS memberikan rekomendasi strategis tentang perdamaian, harmoni, dan prosperity. Substansi dasar yang dibutuhkan Indonesia dan dunia.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyampaikan fikih yang merupakan produk ijtihadiah keilmuan harus fleksibel dan dinamis serta mengikuti dinamika perkembangan zaman agar mampu menjawab persoalan kekinian yang muncul.
Tatanan sosial yang terus berubah dan berkembang. Satu satunya yang tidak berubah di dunia adalah perubahan. Rumusan norma agama atau fikih akan selalu dan seharusnya mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan sosial yang terjadi.
“Adanya konflik atas nama agama bisa dicegah jika masyarakat memiliki pandangan keagamaan yang inklusif. Rekontekstualisasi hukum di berbagai agama termasuk fikih menjadi keharusan. Rekontekstualisasi hukum Islam telah dilakukan para ulama, sebagaimana terbentuknya NKRI dan hasil legitimasi keagamaan terhadap negara yang berdasar Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika," kata dia