REJOGJA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menilai putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda pemilu cacat hukum dan telah melanggar konstitusi. LHKP PP Muhammadiyah memandang putusan tersebut bertentangan dengan konstitusi sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan secara jelas bahwa Pemilihan Umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil setiap lima tahun sekali
"Mendukung upaya banding yang dilakukan oleh KPU RI dan tetap melaksanakan Pemilu Serentak 2024 sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Namun demikian, KPU dan Bawaslu harus menjaga integritas dan transparansi agar pemilu berjalan secara jujur dan adil (Jurdil)," kata Ketua LHKP PP Muhammadiyah, Ridho Al-Hamdi dalam keterangan tertulisnya, Senin (6/3/2023).
Menurut Ridho, persoalan sengketa administrasi maupun tahapan pemilu seharusnya diselesaikan di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) bukan lembaga hukum yang lainnya. LHKP PP Muhammadiyah memandang PN Jakarta Pusat tidak memiliki wewenang untuk membuat keputusan penundaan pemilu.
"Mekanisme penundaan tahapan pemilu sendiri juga sudah diatur dalam UU 7/2017 Pasal 431 yang menyebutkan sejumlah prasyarat bisa terhentinya tahapan pemilu seperti bencana alam, gangguan keamanan, dan huru-hara," jelasnya.
Baca juga : KPU Ajukan Banding Putusan PN Jakpus Tunda Pemilu Pekan Ini
Ridho mengimbau kepada para elite dan tokoh bangsa untuk secara bersama-sama menyukseskan terselenggaranya Pemilu Serentak 2024 sesuai jadwal yang telah ditetapkan. Ridho juga berharap elite tidak lagi membuat kegaduhan dengan pernyataan penundaan pemilu maupun perpanjangan masa jabatan.
"Mengajak warga Muhammadiyah dan semua lapisan masyarakat untuk tetap optimis atas terselenggaranya Pemilu Serentak 2024 serta secara aktif ikut berpartisipasi dalam mengawasi setiap tahapannya," ajaknya.
"Mengimbau semua masyarakat untuk menjadi pemilih aktif dan kritis serta tidak mudah terprovokasi atas informasi yang tidak valid," katanya.