REJOGJA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Sekitar 200 anggota civitas akademika Universitas Gadjah Mada (UGM) menggelar aksi "Suara Keprihatinan Bulaksumur" di Lapangan Pancasila, Rabu (7/5/2025). Para peserta dari kalangan guru besar, dosen, dan mahasiswa mengenakan pakaian hitam dengan pita merah-putih di lengan.
Aksi tersebut menyoroti kebijakan kesehatan nasional yang dinilai mengancam independensi profesi kedokteran. Guru Besar Kardiologi UGM, Prof Budi Yuli Setianto menekankan keprihatinan terhadap pembentukan kolegium baru oleh Kementerian Kesehatan yang menyebabkan pergeseran wewenang dalam pembuatan standar kompetensi dan kurikulum.
"Kami bukan menentang regulasi, tetapi menyampaikan aspirasi agar para pemangku kepentingan mendengar keprihatinan kami," kata Prof Budi. Ia juga mengkritisi adanya tindakan mutasi terhadap dokter yang mengkritisi kebijakan tersebut.
Sekretaris Dewan Guru Besar UGM, Prof Wahyudi Kumorotomo, membacakan empat poin keprihatinan yang meliputi pergeseran orientasi layanan kesehatan dari keselamatan pasien menjadi keuntungan finansial, reduksi peran rumah sakit pendidikan, penggunaan kekuasaan untuk mengurangi independensi profesi, serta upaya mengintimidasi dan memecah belah profesi kedokteran.
"Jika kolegium diambil alih hanya berlandaskan kepentingan, kualitas kesehatan dan kompetensi dokter akan menjadi korban," ujar Prof Wahyudi.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan sebelumnya membantah bahwa mutasi dokter merupakan bentuk tekanan, menyatakan bahwa rotasi tersebut merupakan bagian dari tata kelola sumber daya manusia.