REJOGJA.CO.ID, BANTUL -- Pemerintah Daerah (Pemda) DIY menargetkan produksi padi pada 2024 ini pada kisaran 649 ribu ton. Hal ini juga dalam rangka mendukung target produksi beras nasional yang ditetapkan pemerintah pusat sebesar 37,65 juta ton.
Hal itu disampaikan Wakil Gubernur DIY, KGPAA Paku Alam X saat mendampingi Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman pada peninjauan penanaman padi metode IP 400 di Bulak Blawong, Kabupaten Bantul, Rabu (24/1/2024).
Dikatakan bahwa 649 ton produksi padi tersebut ditargetkan dari luas tanah sebesar 122 ribu hektare. Tidak hanya produksi padi, produksi jagung juga ditargetkan oleh DIY hingga 237 ribu ton dengan luas tanah sekitar 46 ribu hektare.
"Guna mencapai target tersebut, kami memahami pentingnya penggunaan benih unggul yang berkualitas. Penggunaan benih yang tepat harus diikuti dengan aplikasi teknologi budidaya lainnya, seperti penggunaan pupuk berimbang, yang terbukti berpengaruh signifikan terhadap produktivitas produksi dan mutu hasil produksi tanaman pangan," kata Wagub DIY.
Sementara itu, Amran mengatakan bahwa pemanfaatan teknologi saat ini sangat diperlukan guna meningkatkan produktivitas pangan Indonesia. Menurutnya, DIY juga turut andil dalam upaya tersebut melalui pemanfaatan mesin tanam padi dan memberlakukan metode Indeks Pertanaman (IP) 400.
Dijelaskan, pola IP 400 ini merupakan cara tanam padi dan panen empat kali dalam satu tahun pada lahan yang sama. Hal ini merupakan salah satu langkah meningkatkan produksi yang akan meningkatkan ketersediaan beras dalam negeri dan surplusnya dapat diekspor.
Idealnya, IP 400 dikembangkan di sawah irigasi teknis dengan ketersediaan air sepanjang tahun. Kunci keberhasilan IP 400 ada pada air, mekanisme, dan penggunaan benih umur genjah dan super genjah.
Dikatakan bahwa saat ini Indonesia sedang bersaing dengan negara lain dalam hal pemenuhan kebutuhan pangan. Transformasi dalam penanaman yang menggunakan mesin dinilai lebih cepat dan efisien.
Pada penanaman manual diperlukan 20 orang untuk menanami lahan seluas satu hektare, namun melalui alat ini hanya diperlukan satu orang saja. Bahkan, penanaman secara manual dapat mengakibatkan berkurangnya hasil produksi 10 persen hingga 20 persen.
"Apabila kita menggunakan mesin, biaya tanam bisa turun 50 persen sampai 60 persen, kemudian pertumbuhan padi merata. Apabila kita menanam dengan metode manual, maka dibutuhkan waktu 20 hari, nah kalau 20 hari maka matangnya tidak sama. Hari pertama matang, kemudian hari yang ke-22 belum matang," kata Amran.
Amran menuturkan bahwa teknologi memang diperlukan untuk meningkatkan produktivitas pangan. Apabila produktivitas meningkat, maka akan menarik atensi dari generasi milenial untuk terjun di sektor pertanian.
Pihaknya menuturkan bahwa para generasi milenial ini tidak akan tertarik untuk terjun ke dunia pertanian apabila tidak ada keuntungan yang dijanjikan.
"Saat ini kita sedang mencari petani modern. Melalui teknologi biaya bisa turun 60 persen, tapi produksi bisa naik 20 persen sampai 50 persen. Hal ini juga bisa menaikkan indeks pertanian," jelas Amran.
Lebih lanjut dijelaskan Amran bahwa saat ini terjadi kesalahpahaman yang mengatakan bahwa peta jumlah petani perseorangan. Amran berpendapat bahwa hal tersebut tidak benar, karena justru yang terjadi adalah menunjukkan bahwa program pemerintah berhasil.
"Seperti yang disampaikan oleh Bapak Wakil Gubernur tadi bahwa NTP dan NTUP-nya meningkat naik dan ini tertinggi dalam sejarah di DIY. Saat ini juga bisa kita lihat petani berbadan hukum kelompok juga meningkat sebesar 8,4 persen yang menjadi indikasi bahwa program pemerintah berhasil," ucapnya.
Selain itu, dikatakan bahwa ketahanan pangan di Indonesia sendiri mengalami peningkatan. Menurut data swasembada sudah terjadi pada tiga tahun terakhir yaitu tahun 2017, 2019, dan 2020 dengan predikat swasembada sempurna.
Hal inilah yang mendorong pihaknya untuk meningkatkan produktivitas pertanian guna menarik milenial agar menggunakan tenaga yang sangat minim, karena semua sudah berbasis teknologi.
"Kalau krisis pangan yang paling kritis kita sudah lewati. Apalagi tiga bulan lagi kita juga akan panen. Maret hingga April kita berada di puncak panen, kemudian kemarin kita sempat mengkhawatirkan selama Januari tidak bisa bergerak, tapi ternyata itu juga bisa kita," jelas Amran.
Pada bulan Desember kemarin, kata Amran, terdapat 1,5 juta hektare tanah di Indonesia yang ditanami oleh komoditas pertanian. Apabila 1 juta hektare saja yang ditanami selama satu bulan, maka stok tangan sudah dapat dikatakan aman.
Produksi sendiri mencapai 2,5 juta sampai dengan tiga juta, dan penduduk Indonesia yang membutuhkan makanan sendiri 2,5 juta sampai tiga juta per bulan. "Kami pastikan bulan ini aman, juga untuk dua bulan sampai tiga bulan kedepan betul-betul sudah aman," ungkap Amran.