REJOGJA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Forum Pemantau Independen (Forpi) Kota Yogyakarta merespons dugaan kekerasan seksual terhadap belasan siswa pada salah satu Sekolah Dasar Swasta di Kota Yogyakarta
Forpi Kota Yogyakarta meminta kepada Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan Kekerasan Seksual di Sekolah baik negeri maupun swasta di Kota Yogyakarta untuk lebih serius lagi dalam mencegah terjadinya aksi kekerasan seksual di lingkungan sekolah.
"Kekerasan seksual dengan dalih apapun tidak boleh tumbuh dan berkembang khususnya di lingkungan sekolah. Karena itu perlu adanya pencegahan sedini mungkin," kata Anggota Forpi Kota Yogyakarta, Baharuddin Kamba, Selasa (9/1/2024).
Kamba mengatakan aksi kekerasan seksual tidak dapat dibenarkan dengan alasan apa pun. Ia mendesak agar pelaku kekerasan seksual terhadap anak harus diproses hukum secara transparan dan dihukum secara adil agar memberikan efek jera bagi pelaku kekerasan seksual serta perlu adanya pendampingan terhadap psikologi anak agar tidak menimbulkan trauma berkepanjangan bagi korban.
"Selain proses hukum bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak tetap berjalan, pihak sekolah juga perlu membuat semacam mekanisme pengaduan bila terjadi tindakan kekerasan seksual di lingkungan sekolah," ucapnya.
Kamba menambahkan, aduan tersebut harus direspon secara cepat dan tepat oleh sekolah. Jangan sampai dengan alasan demi nama baik sekolah, saat terjadi tindakan kekerasan seksual sekolah justru menutup-tutupinya.
Forpi Kota Yogyakarta menyesalkan kasus dugaan kekerasan seksual terjadi di lingkungan sekolah swasta yang ada di Kota Yogyakarta sebagai kota pelajar. Semoga kasus ini yang terakhir. Forpii memandang langkah pihak sekolah melaporkan tindakan dugaan kekerasan seksual kepada pihak kepolisian sudah benar.
"Tinggal dikawal saja proses hukum yang sedang berjalan hingga tuntas," ungkapnya.
Sebelumnya diberitakan sebanyak 15 anak sekolah dasar (SD) di sebuah sekolah swasta di Kota Yogyakarta diduga mengalami kekerasan seksual. Kekerasan seksual ini diduga dialami oleh anak yang dilakukan seorang guru mata pelajaran content creator di sekolah tersebut.