REJOGJA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Yogyakarta meminta masyarakat untuk tidak panik terkait pneumonia misterius yang sudah ditemukan di DKI Jakarta. Namun, ditekankan agar masyarakat mewaspadai penyakit yang disebabkan oleh bakteri mycoplasma, di mana dapat mengakibatkan infeksi pernafasan.
"Masyarakat khususnya di Kota Yogyakarta tidak perlu panik berlebihan, yang penting kita selalu waspada karena ini infeksi saluran pernafasan," kata Kepala Bidang Pencegahan Pengendalian Penyakit dan Pengelolaan Data dan Sistem Informasi Kesehatan, Dinkes Kota Yogyakarta, Lana Unwanah.
Ia mengatakan, penyakit tersebut memang banyak menyerang anak-anak. Untuk itu, perlu dilakukan upaya pencegahan agar penyakit ini tidak menyerang kelompok rentan, seperti anak-anak.
Menurutnya, upaya pencegahan yang dapat dilakukan yakni secara preventif. Mulai dari menggunakan masker mengingat penyakit ini dapat menular melalui droplet, menjaga perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), hingga meningkatkan daya tahan tubuh.
"Termasuk makanan bergizi seimbang, minum vitamin mungkin juga diperlukan, istirahat cukup, dan tentunya menjaga PHBS," ungkap Lana.
Disampaikan bahwa di Kota Yogyakarta belum ditemukan pneumonia misterius ini, meski ada kasus pneumonia ringan yang dilaporkan. Kasus pneumonia ringan tersebut tidak memerlukan rawat inap di fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes).
"Pneumonia sendiri penyebabnya ada beberapa macam, ada infeksi bakteri, ada infeksi virus, juga ada infeksi jamur," jelasnya.
Berkaitan kasus pneumonia misterius yang meningkat di Cina, memang terjadi secara signifikan dalam dua bulan terakhir yakni pada Oktober dan November 2023. Meski begitu, Lana menekankan agar masyarakat tidak panik karena tingkat fatalitasnya lebih rendah dibandingkan Covid-19.
"Di Cina ada peningkatan kasus pneumonia pada anak yang cukup signifikan, baik yang rawat jalan maupun rawat inap. Tapi dinyatakan para ahli yang kemudian diketahui penyebabnya adalah bakteri yang disebut mycoplasma, ini ternyata untuk tingkat fatalitasnya atau kematiannya jauh lebih rendah dibanding Covid-19," kata Lana.