REJOGJA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta mulai melaksanakan sosialisasi Upah Minimum Kota (UMK) Yogyakarta tahun 2024 di Desember 2023 ini. Sosialisasi dilakukan menyusul sudah ditetapkan UMK Yogyakarta sebesar Rp 2.492.997 pada akhir November 2023 lalu oleh Gubernur DIY.
Dalam sosialisasi yang dilakukan, pengusaha atau perusahaan diminta untuk melaksanakan ketentuan UMK tahun 2024. UMK tahun 2024 ini mulai berlaku pada 1 Januari 2024.
"Harapan kita bahwa UMK yang telah ditetapkan gubernur mampu dilaksanakan dan diimplementasikan dengan baik," kata Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Yogyakarta, Maryustion Tonang, saat Diseminasi UMK Yogyakarta Tahun 2024 di Hotel Abadi Malioboro, Kamis (7/12/2023).
Tion mengatakan, proses penetapan UMK tahun 2024 di Kota Yogyakarta sudah berjalan secara kondusif. Hal itu, katanya, tidak lepas dari peran perusahaan dan serikat pekerja.
Dijelaskan, penetapan UMK Yogyakarta Tahun 2024 berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. UMK dihitung dengan mempertimbangkan variabel pertumbuhan ekonomi sebesar 5,12 persen, rasionalisasi inflasi sebesar 5,70 persen, dan indeks tertentu (α) sebesar 0,30, sehingga besaran UMK Yogyakarta Tahun 2024 sebesar Rp 2.492.997.
UMK Kota Yogyakarta tahun 2024 tersebut ditetapkan dalam Keputusan Gubernur DIY Nomor: 396/KEP/2023 tertanggal 30 November 2023 tentang Penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota Tahun 2024. Nominal UMK Kota Yogyakarta Tahun 2024 meningkat dibandingkan UMK Tahun 2023 yakni Rp 2.324.775,51.
"Sampai dengan hari ini tidak ada komplain, sanggahan dan lain sebagainya. Semua pihak sudah bisa menerima," ungkap Tion.
Meski begitu, Tion menegaskan UMK berlaku kepada pekerja yang masa kerjanya kurang dari 12 bulan. Sedangkan, untuk pekerja yang bekerja lebih dari 12 bulan perhitungan upahnya menggunakan struktur dan skala upah.
Beberapa komponen untuk menghitung struktur skala upah antara lain pendidikan, kompetensi, dan pengalaman kerja. Dalam kegiatan diseminasi UMK Yogyakarta Tahun 2024 tersebut, turut mengundang sekitar 100 perwakilan manajemen perusahaan dan perguruan tinggi swasta di Kota Yogyakarta.
Disampaikan, total sekitar 1.600 perusahaan yang ada di Kota Yogyakarta. Pihaknya menegaskan bahwa tujuan UMK untuk memberikan perlindungan atas hak-hak dasar pekerja, dan sebagai indikator perkembangan ekonomi pendapatan perkapita.
"Itu (UMK) sebenarnya tujuannya untuk aktivitas ekonomi usaha, dan keberadaan ketenagakerjaan di Kota Yogyakarta terjaga, dan bisa berjalan dengan baik dan lancar," jelas Tion.
Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kota Yogyakarta, Tri Agus mengatakan, yang harus dikawal setelah UMK 2024 ditetapkan yakni memastikan keputusan itu dilaksanakan oleh para perusahaan pada 2024 nanti. Agus berharap semua pekerja dengan masa kerja di bawah satu tahun di Kota Yogyakarta menerima upah sesuai UMK tahun 2024.
"Ini sudah cukup baik kenaikannya karena sudah melalui beberapa pengkajian dan rumusan dari pusat. Angkanya sudah memenuhi kelayakan untuk pekerja dengan masa kerja nol sampai satu tahun," kata Agus.
Sebelumnya diberitakan bahwa serikat pekerja/buruh di DIY yang tergabung dalam Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY menolak penetapan upah minimum kabupaten/kota (UMK) se-DIY tahun 2024 yang sudah ditetapkan oleh Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X pada 30 November 2023.
Bahkan, MBPI DIY meminta agar UMK se-DIY dicabut dan direvisi. Koordinator MPBI DIY, Irsad Ade Irawan mengatakan, pihaknya kecewa dengan UMK tahun 2024 yang ditetapkan. Meski ada kenaikan dibanding tahun 2023, namun tidak signifikan.
"Seluruh pekerja/buruh di DIY merasa kecewa berat lantaran hanya menjadi pelengkap pembangunan tanpa menikmati hasil pembangunan yaitu kesejahteraan lewat kenaikan UMK yang signifikan," kata Irsad kepada Republika belum lama ini.
Pasalnya, kenaikan UMK se-DIY ini di bawah delapan persen. Bahkan, besaran UMK tahun 2024 yang sudah ditetapkan masih rendah.
"Kenaikan UMK DIY yang kurang dari delapan persen membuat pekerja/buruh merasa belum mendapatkan manfaat dari keistimewaan, dan upah murah ini membuat buruh merasa tahta bukan untuk rakyat," ucap Irsad.
Irsad menekankan bahwa upah murah membuat buruh hidup dalam keadaan besar pasak daripada tiang. Sebab, besaran UMK se-DIY yang masih dibawah Rp 2,5 juta masih jauh dari kebutuhan hidup layak (KHL).
Disampaikan Irsad bahwa KHL di DIY sendiri mencapai Rp 3,7 juta hingga Rp 4 juta, dimana jauh lebih tinggi dari UMK tahun 2024 se-DIY yang ditetapkan pada akhir November 2023 kemarin.
"Yang mana hal itu juga berpotensi membuat buruh terancam tak dapat mengakses makanan bergizi," jelasnya.
Pihaknya menilai bahwa persentase kenaikan upah minimum yang kurang dari delapan persen diprediksi hanya akan melestarikan kemiskinan dan ketimpangan ekonomi di DIY. Terlebih, masalah kemiskinan dan ketimpangan ini masih menjadi pekerjaan rumah bagi DIY.
"Kenaikan upah yang kurang dari delapan persen mengancam hak buruh atas perumahan yang layak, karena harga tanah melambung tinggi dan tanpa kenaikan upah yang signifikan," ungkap Irsad.