REJOGJA.CO.ID, JOMBANG -- Di Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris, masa depan sektor pertanian terancam dengan kurangnya minat generasi muda untuk terjun ke sektor pertanian. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian ada sebanyak 38,7 juta pada Agustus 2022. Jumlah ini cenderung stagnan dibandingkan sepuluh tahun yang lalu.
Ini menunjukkan bahwa tidak adanya regenerasi di kalangan petani kita. Bahkan, hasil survei Jakpat menunjukkan, hanya 6 dari 100 generasi Z berusia 15-26 tahun yang ingin bekerja di bidang pertanian.
Salah satu dari enam generasi Z dalam survei tersebut mungkin termasuk Bima Satya Hermawan (20 tahun), seorang santri di sebuah pondok pesantren di Jombang, Jawa Timur. Bima yang sudah tujuh tahun nyantri di ponpes tersebut, telah tertarik mempelajari beternak di sana sejak tiga tahun lalu.
"Di ponpes ini semua santri diajarkan skill untuk berwirausaha, kami semua diajari pertanian dan saya tertarik belajar beternak," ujar Bima kepada Republika.co.id.
Menurut Bima, ketertarikannya mempelajari beternak karena usaha peternakan itu menjanjikan, apalagi ketika hari raya kurban. Peluang usaha tersebut yang membuatnya tekun mempelajari cara beternak fattening (penggemukan) domba dan kambing.
Bima merupakan salah satu dari sekian banyak santri milenial dari Kelompok Santri Tani Milenial (KSTM) yang digagas oleh Rizki Hamdani (37 tahun). Ketika pria asal Jakarta tersebut pindah ke Kabupaten Jombang, Jawa Timur, untuk berwirausaha pertanian, ia menemukan bahwa petani di sana memiliki rata-rata usia yang relatif tua.
"Saya temukan di Jombang usia petani rata-rata di atas 40-50 tahun. Ternyata pertanian tidak menarik minat anak-anak muda di Jombang, karena pertanian dianggap tidak bisa dijadikan tempat menggantungkan hidup," ujar Rizki Hamdani.
Dari situ ia bisa melihat kenapa Indonesia yang merupakan negara agraris masih mengimpor pangan dari negara tetangga. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia telah mengimpor beras sebanyak 1,79 juta ton hingga September 2023. Bahkan saat ini pemerintah kembali berencana melakukan impor beras untuk menstabilkan harga beras yang terus naik di pasaran.
Menurut Hamdani, kurangnya regenerasi ini menjadi salah satu alasan kebijakan terkait impor terus berjalan. Padahal, sektor pertanian perlu memiliki inovasi yang tidak bisa dijalankan oleh para petani generasi tua.
Melihat hal ini, Rizki bertekad untuk membuat sektor agribisnis menjadi mata pencaharian yang menjanjikan bagi generasi muda. Ide untuk membina para petani muda di pesantren muncul ketika ia bertemu dengan beberapa santri dari Pondok Pesantren Fathul Ulum di Desa Sanan-Puton, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang.
Gagasan membentuk KSTM lahir karena menurut Rizki kalangan santri merupakan kalangan pemuda yang mudah untuk dirangkul dan patuh pada kiai. Apalagi di Ponpes Fathul Ulum, pengasuh ponpes tersebut, KH. Ahmad Habibul Amin, memang tengah berupaya menumbuhkan jiwa kewirausahaan para santri atau santripreneur, khususnya di bidang pertanian.
"Kami bertukar gagasan, lalu saya membantu program entrepreneur santri yang tujuannya tidak ada satu pun limbah terbuang dengan integrated farming system," kata Rizki.
Kembangkan Sistem Pertanian Terpadu
Integrated farming system atau sistem pertanian terpadu ini mengusung sistem pertanian modern dengan metode zero waste atau sesuatu yang datang dari alam akan kembali ke alam. Melalui metode ini, komponen pertanian, perikanan dan peternakan seluruhnya terpakai. Misalnya, kotoran sapi dapat dijadikan pupuk tanaman. Metode ini dapat membantu mengembalikan kualitas tanah lahan pertanian.
Menciptakan para santri yang memiliki skill mumpuni dalam berwirausaha agribisnis tentunya menjadi tujuan utama dari KSTM ini. Para santri yang tergabung dalam KSTM akan mendapatkan ilmu agribisnis hingga pemasarannya.
Rizki dan KH Ahmad Habibul Amin sepakat bahwa mengajarkan para santri mengenai skill bertahan hidup melalui agribisnis menjadi fokus utama program mereka. Harapannya mereka bisa menciptakan usaha yang dapat menjadi sumber penghasilan mereka hingga membuka lapangan pekerjaan baru.
"Kita berpedoman bahwa tidak jadi sebuah kegagalan untuk pesantren kalau santrinya lulus tidak jadi guru ngaji, tapi pesantren akan gagal kalau santri yang lulus dari pesantren tidak jadi apa-apa dan tidak bisa apa-apa," kata Rizki.
Tidak semata-mata meregenerasi petani, tujuan dibentuknya KSTM ini juga untuk menciptakan kemandirian ekonomi pesantren, yang telah berhasil dirasakan oleh Ponpes Fathul Ulum. Mulanya budi daya unggas dan hortikultura, kini KSTM menghasilkan omzet hingga ratusan juta dengan beternak hewan ruminansia seperti domba dan kambing.
KH Ahmad Habibul Amin mengungkapkan, hasil dari sistem pertanian terpadu yang dikelola secara mandiri oleh Badan Usaha Milik Pesantren (BUMP), memiliki omzet hingga hampir Rp 500 juta sebulan. Menurutnya, ini adalah bukti bahwa sektor pertanian yang ditekuni oleh para santri dapat mendulang hasil yang menjanjikan.
"Jadi, kalau pemerintah serius menciptakan regenerasi petani, pesantren siap," kata KH Ahmad.
Saat ini melalui KSTM, para santri dapat menikmati hasil pertanian dan peternakan mereka, bahkan bisa berkontribusi dalam keuangan pesantren. Di sisi lain, para santri yang tergabung dalam KSTM juga bekerja sama dengan para petani setempat dengan sistem bagi hasil. Salah satunya dengan mengelola lahan kritis untuk budidaya tanaman sorgum sebagai pakan ternak. Hasilnya, kelompok tani sorgum di mengalami peningkatan pendapatan sekitar Rp 60 juta per bulan.
Berkat usahanya mengembangkan Sistem Pertanian Terpadu dan KSTM ini, Ponpes Fathul Ulum menjadi salah satu desa yang mendapatkan program pendampingan dari PT Astra International Tbk dan menjadi Desa Sejahtera Astra (DSA) Fathul Ulum.
Perluas KSTM ke Seluruh Indonesia
Sejak Rizki menggagas KSTM pada sekitar 2017, ia berhasil merangkul sebanyak 40 kelompok santri tani di Jombang. Berkembangnya DSA Fathul Ulum dan KSTM di dalamnya, menjadikan sosok Rizki menginspirasi. Ia kemudian menerima apresiasi Satu Indonesia Awards (SIA) 2020 di bidang lingkungan.
Sebagai salah satu penerima apresiasi SIA, Rizki dapat memperluas jejaring kerjasama, utamanya dengan pemerintah. Kementerian Pertanian RI melalui Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian Kementan RI (BPPSDMP) yang juga memiliki program terkait pertanian di pesantren kemudian mengajaknya berkolaborasi.
Rupanya Kementan juga meluncurkan program kelompok santri tani milenial sehingga pada 2020, Rizki membuat badan hukum Perkumpulan Santri Tani Milenial yang menjadi induk bagi KSTM yang telah dibinanya. Saat ini ada 300 KSTM di seluruh Indonesia, yang mendapatkan bantuan dari Kementan sebanyak Rp 15 juta per kelompok.
"Yang untuk tahun ini ada 98 kelompok baru jejaring KSTM se-Indonesia, tidak termasuk 30-40 di Jombang," ujar Rizki.
Kendati mendapatkan bantuan pemerintah, jumlahnya dinilai Rizki masih jauh dari kata cukup. Seperti KSTM di Fathul Ulum yang meskipun sudah memiliki omzet yang besar, masih keterbatasan di alat-alat mesin pertanian (alsintan).
"Jadi, sekarang harapannya pemerintah mampu lebih membantu kami agar para petani muda bisa lebih bersemangat memajukan pertanian kita," katanya.