REJOGJA.CO.ID, MALANG -- Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) mengukuhkan Prof Latipun sebagai Guru Besar bidang Psikologi. Ia menyampaikan orasi ilmiah terkait konseling dan terapi berorientasi pada kemampuan self-recovery.
Berdasarkan penelitiannya, Latipun menerangkan, pada hakekatnya setiap manusia berkemauan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Prinsip ini bisa juga dikembangkan dalam praktik konseling dan terapi.
Meski melibatkan pihak lain dalam menyelesaikan masalah, konseling dan terapi sepatutnya mengembalikannya pada klien. Dengan begitu, klien bisa mengatasi problem dan mengembangkannya di kemudian hari. "Itulah yang disebut dengan self recovery," kata dia.
Self-recovery dimaknai sebagai usaha individu untuk menangani, memulihkan, atau mengembalikan kondisi dirinya ke dalam kondisi yang normal dan optimal. Meski begitu, bantuan awal dari kalangan profesional dan orang-orang di sekitarnya tetap diperlukan.
Hal ini bertujuan meningkatkan kemauan individu guna menyelesaikannya sendiri. Adapun konseling dan terapi berorientasi pada self-recovery mengikuti empat prinsip utama.
Pertama, menekankan keterlibatan diri dalam menghadapi tantangan kehidupannya. Kedua, mengandalkan kekuatan internal klien ketimbang kekuatan luar. Selanjutnya, mengutamakan proses individu untuk eksplorasi diri, belajar dari pengalaman, serta peningkatan keterampilan koping.
Terakhir, setiap individu bertanggung jawab menyelesaikan masalah sendiri dan mampu berkembang optimal. Pada kesempatan itu, turut hadir secara daring Menteri Koordinator PMK RI sekaligus Ketua Badan Pembina Harian UMM, Prof Muhadjir Effendy.
Ia menegaskan, menjadi guru besar adalah cita-cita yang harus dimiliki oleh setiap dosen. Hal ini merupakan capaian yang luar biasa, maka ia memberikan selamat kepada Latipun yang telah melewati perjalanan akademik.
Muhadjir mengatakan, psikologi adalah bidang yang tidak mudah tergantikan, sekalipun oleh AI. Para pakar psikologi akan selalu dibutuhkan dalam dinamika kehidupan. Psikologi juga memiliki hubungan dengan upaya SDGs, misalnya saja tujuan program kesehatan dan kesejahteraan.
Di era sebelumnya, kata dia, masyarakat tahu kesehatan mental tidak dianggap begitu penting dibandingkan kesehatan fisik. Namun sekarang, pemahaman itu bergeser. "Muncul kesadaran tentang pentingnya kesehatan mental,” jelas dia.