REJOGJA.CO.ID, SEMARANG - Wakil Gubernur (Wagub) Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen, mengusulkan insentif kepada pengajar keagamaan yang telah dilakukan di Jateng dapat direplikasi dan diterapkan sebagai program nasional.
Jika program insentif ini bisa menjadi program nasional, maka cakupan penerima manfaatnya juga akan semakin luas lagi, tidak hanya pengajar keagamaan namun juga guru madrasah diniyah.
Di wilayah Jateng, tak kurang 230.830 pengajar keagamaan telah mendapatkan manfaat, sejak program ini digulirkan. "Total anggaran yang disalurkan besarnya mencapai Rp 277 miliar," jelasnya, Rabu (9/8/2023).
Rinciannya, kata wagub, guru agama Islam sebanyak 223.373 orang, guru agama Kristen 5.651 orang, guru agama Katolik (1.089 orang), guru agama Hindu (548 orang), dan guru agama Buddha (169 orang).
Sehingga para penerima manfaat insentif pengajar keagamaan ini tidak hanya pengajar keagamaan Islam saja. Namun juga para pengajar keagamaan Kristen, Katolik, Hindu, serta pengajar keagamaan Buddha.
"Dengan banyaknya pengajar keagamaan yang menerima manfaat, saya berharap program ini juga bisa direplikasi sebagai program nasional," ungkap dia.
Taj Yasin juga menyampaikan, pemerintah daerah senantiasa berupaya memperhatikan guru-guru agama dan pemberian insentif sebesar Rp 1,2 juta kepada penerima manfaat ini merupakan bentuk apresiasi.
Diharapkan, pada lingkup daerah program insentif bagi guru keagamaan ini juga bisa diterapkan di kabupaten/kota, walaupun angka nominalnya tidak sebesar yang diberikan provinsi.
"Semakin banyak kabupaten/kota yang mengikuti program tersebut walaupun nominalnya tidak besar, ini menjadi bentuk perhatian pemerintah kepada mereka yang telah ikut mendidik akhlak anak bangsa," jelasnya.
Lebih jauh, wagub mengatakan pemprov juga mendorong pondok pesantren yang belum berizin, agar mendaftarkan diri sebagai lembaga pendidikan yang mendapatkan izin penyelenggaraan pendidikan.
Menurutnya, perizinan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah merupakan syarat bagi pondok pesantren agar dapat mengajarkan ilmu kepada masyarakat. "Ini sekaligus sebagai upaya untuk membentengi pondok pesantren," ujar dia.