REJOGJA.CO.ID, SURABAYA -- Psikolog Universitas Airlangga (Unair) Dewi Retno Suminar menyoroti viralnya potongan video seorang ayah yang memukuli anaknya yang tidak mau berhenti memainkan gawai. Dimana sang anak tengah asyik memainkan gim Roleplay, sebuah gim memainkan peran karakter atau kepribadian orang lain di media sosial.
Dewi mengatakan gim Roleplay sangat tidak dianjurkan bagi anak-anak. Pasalnya, dalam permainan ini, anak secara bebas memainkan peran dirinya sebagai publik figur dan sosok lain. "Karena itu, peran orang tua di sini menjadi penting dalam mengawasi dan mengontrol aktivitas online anak-anak mereka," kata Dewi, Jumat (30/6/2023).
Dewi menjelaskan, dalam psikologi perkembangan, terdapat fase anak bermain dengan imajinasinya. Ia pun menyoroti bagaimana pengaruh gim RolPlay terhadap tumbuh kembang anak di bawah umur. Ia menjelaskan, imajinasi anak dalam memainkan peran tokoh lain adalah hal yang biasa.
Misalnya saja anak memainkan peran sebagai seorang dokter, polisi, pilot, guru, hingga astronot. Hal itu menjadi lumrah karena anak akan berimajinasi sesuai dengan aktivitas yang ada, nyata, bersama teman-temannya dan dalam jangkauan pengawasan orang tua.
Akan tetapi, lain halnya dengan Roleplay yang belakangan digandrungi anak-anak. Lantaran, mereka memainkan gim tersebut di media sosial. Selain itu, mereka biasanya akan memainkan peran seorang tokoh idola, sehingga dikhawatirkan hal ini akan membawa dampak negatif berupa fantasi dan imajinasi berlebih pada anak.
"Bahayanya saat bermain Roleplay ini mereka memainkan peran diri sebagai idola yang juga berinteraksi dengan orang lain secara luas melalui platform digital," ujar Dewi.
Lebih lanjut, Dewi mengingatkan, terdapat dampak berbahaya yang mungkin muncul ketika anak bermain RolePlay di media sosial. Dampak serius yang akan terjadi misalnya adalah munculnya adiksi gadget pada anak. Dimana sang anak akan merasakan perasaan cemas apabila tidak memegang gawai dan menimbulkan ketergantungan.
Selain itu, anak juga akan berpotensi kehilangan jati diri aslinya, karena selama ini imajinasi dan pikirannya berfokus pada idola yang sedang dimainkan dalam Roleplay. Hal tersebut akan menyebabkan perubahan pemikiran anak, dimana anak akan berpikir dewasa sebelum waktunya.
"Tanda adiksi muncul ketika anak tidak bisa menahan untuk tidak melakukannya (bermain Roleplay). Ini yang sebenarnya harus diperhatikan, karena jika hal tersebut di luar kontrol orang tua, bahaya," ucapnya.