REJOGJA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Dinas Kebudayaan (Disbud) DIY melalui Seksi Pemeliharaan Warisan Budaya Benda, Bidang Pemeliharaan dan Pengembangan Warisan Budaya dan Seksi Museum, telah menyelesaikan ekskavasi atau penggalian arkeologis benteng sisi barat yang disebut Kedaton IV, di Situs Keraton Pleret, Kapanewon Pleret, Kabupaten Bantul, Senin (13/3/2023).
Dalam penggalian pada Kamis (8/3/2023), tim arkeolog menemukan saluran air (paralon) kuno yang terbuat dari tanah liat, yang oleh masyarakat setempat disebut Plempem atau Riul. Ada delapan Plempem tanah liat kuno yang ditemukan di area ekskavasi Kedaton IV.
Masing-masing Plempem tersebut mempunyai panjang sekitar 62 sentimeter hingga 66 sentimeter, yang mana berdiameter 35 sentimeter. Saluran air kuno yang ditemukan tersebut masih akan diidentifikasi lebih lanjut, terutama terkait fungsinya untuk memastikan apakah saluran tersebut merupakan saluran pembuangan air atau saluran air bersih.
Tenaga Ahli Ekskavasi, Danang Indra Prayudha mengatakan, pihaknya menemukan saluran air tanah liat kuno itu di penggal benteng sisi barat Keraton Pleret. Dari hipotesis awal diduga saluran kuno ini satu konteks dengan benteng sisi barat Keraton, karena derajat kemiringan yang sama dengan benteng yaitu 10 derajat.
Hipotesis berikutnya, kata Danang, benteng ini mempunyai saluran dari dalam keluar yang berhenti di mulut benteng sisi dalam. Dalam benteng saluran tersebut digantikan dengan bata putih yang ditumpuk bata merah, hingga keluar benteng ada mulut saluran.
"Ini temuan yang baru pertama dan unik karena ada saluran air, kami menduga ini satu periode namun masih perlu dibuktikan. Tetapi sementara ini adalah bagian dari benteng karena kemiringannya sama, dan bagian menyatu antara benteng dengan saluran airnya. Jika ternyata saluran air ini benar bagian dari benteng, maka menunjukan bentengnya punya saluran air. Kita akan coba uji sampel tanah yang di dalam saluran, isinya apa apakah itu kotoran atau air bersih," kata Danang dalam keterangan resmi Pemda DIY, Senin (14/3/2023).
Temuan baru arkeologis era Raja Amangkurat I tersebut berada di lokasi yang nantinya akan dikembangkan sebagai pengembangan Museum Pleret. Dengan begitu, desain museum tersebut harus menyesuaikan dengan temuan terbaru ini.
Danang menyebut, hal ini juga telah diatur dalam Peraturan Cagar Budaya yang apabila mendirikan bangunan baru, setidaknya ada jarak dua meter dari objek cagar budaya. Awalnya ekskavasi ini merupakan tindak lanjut dari rencana Seksi Museum Disbud DIY mengembangkan Museum Pleret yang sekarang eksisting hingga ke selatan.
Dalam pengembangan itu, ada perencanaan-perencanaan seperti bangunan, gedung, pembuatan pagar dan sebagainya. Untuk menindaklanjuti rencana tersebut, Seksi Pemeliharaan Warisan Budaya menindaklanjuti dengan survei dalam pengembangan lahan guna memastikan adanya objek yang diduga cagar budaya atau tidak.
Tindak lanjut itu, dilakukan dengan survei lapangan pada 2022 lalu, dan ditemukan tumpukan bata yang terlihat di permukaan di dua titik. Dari temuan ini, kata Danang, dikerjakan penggalian Kedaton IV tahap pertama pada 4-29 Maret 2022 untuk penelitian dan penyelamatan objek di bawahnya.
"Ekskavasi Kedaton IV tahap berikutnya dilanjutkan pada 2023, tepatnya sejak 14 Februari hingga 13 Maret 2023. Kami tidak menduga setelah tanah dibebaskan, ternyata ada temuan benteng sisi barat Keraton Pleret ditambah temuan baru saluran air kuno," ujar Danang.
Lebih lanjut, Danang menyebut bahwa awalya tim ekskavasi menduga ada struktur yang memanjang dari utara ke selatan, lalu ditarik benang dan diluruskan dari dua titik temuan. Di bawah benang yang diluruskan itu, lanjutnya, dilakukan penggalian yang ternyata ada temuan-temuan tumpukan batu bata yang lurus dari utara ke selatan dengan kemiringan 10 derajat.
Berbekal data-data terkait Keraton Pleret era Raja Amangkurat I, tim ekskavasi mencoba melakukan pencocokan dengan peta-peta lama dari sumber-sumber sejarah. Pihaknya pun berasumsi bahwa temuan-temuan tersebut adalah benteng sisi barat Keraton Pleret.
"Jika digambarkan, bentengnya tidak berbentuk kotak, tetapi jajaran genjang memanjang lurus dari utara ke selatan lurus. Dari pengembangan ekskavasi diketahui benteng tersebut mempunyai lebar 2,7 meter, dan belum diketahui panjang dan tingginya karena kondisi benteng tersebut tidaklah utuh," jelasnya.
Kondisi benteng yang tidak ini dikarenakan aktivitas warga di periode-periode setelahnya. Sebab, kata Danang, sebelum dibebaskan, tanah tersebut merupakan milik warga yang sebelumnya digunakan untuk pembuangan sampah dan pembuatan batu bata.
"Ada kecenderungan benteng ini ketemu ketika, pertama di bawah pohon karena tidak terusik, dan kedua di batas tanah warga. Sayangnya ada kendala dalam melakukan ekskavasi di Kedaton IV, yaitu setiap menggali di kedalaman 1,5 meter muncul air yang menggenang meskipun tidak hujan," ujarnya menambahkan.
Untuk itu, tim arkeolog akan memberikan sejumlah rekomendasi pengembangan Museum Pleret yang bisa dilakukan oleh organisasi pemerintah daerah (OPD) terkait dari hasil temuan ini. Rekomendasi tersebut yakni melakukan mapping atau pemetaan menggunakan foto udara, membuka sisi luar setidaknya berjarak empat meter dari temuan, dan pengelolaan temuan baru menjadi site museum yang di-display dengan baik agar bisa dilihat langsung masyarakat yang berkunjung ke Museum Pleret.