Selasa 29 Nov 2022 03:09 WIB

Naik 7,65 Persen, Buruh Tolak UMP DIY Tahun 2023

Buruh mengaku belum merasakan manfaat dari keistimewaan DIY.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Muhammad Fakhruddin
Naik 7,65 Persen, Buruh Tolak UMP DIY Tahun 2023 (ilustrasi).
Naik 7,65 Persen, Buruh Tolak UMP DIY Tahun 2023 (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Serikat buruh DIY menolak upah minimum provinsi (UMP) DIY tahun 2023 yang baru saja ditetapkan Pemda DIY, Senin (28/11). UMP DIY tahun 2023 ditetapkan naik 7,65 persen dari tahun sebelumnya, dengan besaran Rp 1.981.782,39 atau naik Rp 140.866,86.

"Menolak UMP DIY 2023 yang ditetapkan oleh Gubernur DIY, Sri Sultan HB X," kata Koordinator Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY, Irsad Ade Irawan, Senin (28/11).

Baca Juga

Irsad mengatakan, persentase kenaikan upah minimum yang kurang dari 10 persen itu tidak akan mampu mengurangi angka kemiskinan secara signifikan di DIY. Bahkan, katanya, juga tidak akan mempersempit jurang ketimpangan ekonomi di DIY dan juga menyulitkan buruh untuk dapat membeli rumah.

Serikat buruh pun mengaku kecewa berat dengan penetapan UMP tersebut. Irsad menyebut, kenaikan UMP DIY 2023 yang tidak signifikan tersebut merupakan cerita lama yang terus berulang-ulang.

 

Pasalnya, upah yang ditetapkan tiap tahunnya dinilai tidak pernah memenuhi kehidupan hidup layak (KHL). Upah yang ditetapkan berulang-ulang tersebut, katanya, juga membawa buruh pada kehidupan yang tidak layak dari tahun ke tahun.

"Kenaikan UMP DIY 2023 yang tak signifikan adalah sesungguhnya cerita lama yang terus berulang-ulang, dimana justru upah buruh tak pernah istimewa di provinsi yang menyandang predikat istimewa," ujar Irsad.

Ia menekankan, keistimewaan DIY tidak berdaya dalam membuat suatu sistem pengupahan daerah yang membawa kehidupan layak bagi buruh dan keluarganya. Dengan kembali ditetapkannya UMP yang dirasa murah itu, buruh mengaku belum merasakan manfaat dari keistimewaan DIY.

"Dengan kembali ditetapkan upah murah 2023, MPBI DIY beserta seluruh pekerja/buruh di DIY kembali menelan pil pahit, yaitu belum merasakan manfaat dari keistimewaan DIY," jelas Irsad.

Irsad juga menegaskan, kenaikan upah yang rendah tersebut juga merupakan bentuk ketidakpekaan pemerintah terhadap kesulitan buruh di tengah pandemi Covid-19 dan ancaman resesi global.

Dalam proses penetapan UMP DIY 2023, Irsad menyebut, tidak demokratis. Hal ini dikarenakan menghilangkan peran dari unsur serikat buruh dalam proses penetapan upah.

"Ini sebagai akibat penetapan upah menggunakan rumus/formula yang tak berbasis survei KHL dan angka-angka yang sudah ditetapkan BPS," tambahnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DIY, Aria Nugrahadi mengatakan, penetapan UMP DIY tahun 2023 sudah berdasarkan pertimbangan dari berbagai pihak. Termasuk dari unsur serikat buruh di DIY.

Aria menjelaskan, penetapan besaran UMP ini berdasarkan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi atas sidang pleno yang sudah dilakukan. Dalam sidang tersebut dikatakan bahwa berbagai unsur diikutsertakan, baik dari serikat pekerja, asosiasi pengusaha, pemerintah hingga akademisi.

"Hasil sidang dewan pengupahan yang sudah kita laksanakan minggu kemarin, Kamis 24 November bahwa dari unsur baik dari serikat pekerja, dari unsur pemerintah, dan mempertimbangkan saran maupun usulan dari unsur akademisi, sehingga besaran kenaikan upah ini memperhatikan unsur-unsur tersebut," kata Aria di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Senin (28/11).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement