Kamis 10 Nov 2022 15:25 WIB

Gapasdap Keluhkan Kenaikkan Tarif Penyeberangan yang tidak Sesuai Hitungan

Kenaikan untuk menjamin standarisasi keselamatan.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Muhammad Fakhruddin
Gapasdap Keluhkan Kenaikkan Tarif Penyeberangan yang tidak Sesuai Hitungan (ilustrasi).
Foto: ANTARA/Andri Saputra
Gapasdap Keluhkan Kenaikkan Tarif Penyeberangan yang tidak Sesuai Hitungan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA -- Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyebutkan, keputusan pemerintah menaikkan tarif penyeberangan sebesar 11 persen berdasarkan pertimbangan realistis. Bahkan menurutnya, kenaikan tarif tersebut dengan mempertimbangkan biaya logistik dan transportasi.

Namun demikian, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap), Khoiri Soetomo mengatakan, keputusan pemerintah tersebut tidak berdasar pada perhitungan yang benar. Karena tidak sesuai dengan besaran yang diajukan operator angkutan penyeberangan, yang sebelumnya bahkan telah disetujui atas dasar perhitungan dan analisa yang dilakukan Kemenhub beserta Gapasdap dengan melibatkan stakeholder.

Baca Juga

"Mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan nomor 66 tahun 2019, saat itu perhitungan tarif masih kurang 35,4 persen dari HPP operasional kapal penyeberangan. Kekurangan tarif tersebut jauh sebelum adanya kenaikan BBM subsidi dari pemerintah sebesar 32 persen," ujarnya, Kamis (10/11).

Khoiri juga menyayangkan keputusan Menhub yang hanya menaikkan tarif sebesar 11 persen, karena perhitungannya tidak melibatkan stakeholder tarif sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan nomor 66 tahun 2019. Maka dari itu, kenaikkan tarif yang tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan nomor 184 tahun 2022 dianggapnya melanggar perundang-undangan. 

Khoiri pun mempertanyakan pernyataan Menteri Perhubungan yang mengatakan kenaikan tarif sebesar 35,4 persen akan mengakibatkan dampak kenaikan inflasi yang tinggi. Menurutnya, pernyataan ini tidak berdasarkan analisa dan perhitungan yang benar. 

"Kami Gapasdap siap dipertemukan Kemenhub, pengamat kebijakan publik, perwakilan masyarakat YLKI, dan Badan Kebijakan Transportasi Balitbang Kemenhub," ujar Khoiri.

Khoiri menjabarkan, pengaruh kenaikan tarif angkutan penyeberangan ketika naik 35,4 persen terhadap harga komoditas hanya sebesar 0,11 persen. Sebagai contoh truk pengangkut beras seberat 30 ton yang menyeberang di lintas Merak-Bakauheni tarifnya sebesar Rp. 974.278. Bila naik sebesar 35,4 persen, lanjut Khoiri, maka biaya menyeberang akan menjadi Rp. 1.319.172.

"Sehingga besaran kenaikan adalah Rp. 344.894 untuk 30 ton beras, dimana harga komoditas beras 30 ton adalah 300 juta rupiah bila perkilonya sebesar Rp 10 ribu," ujarnya. Artinya, lanjut Khoiri, dampak kenaikan terhadap harga komoditas yang diangkut truk tersebut hanya sebesar 0,11 persen atau Rp. 11,4 per kilogramnya.

Jadi, tambah Khoiri, tidak ada alasan Menhub tidak bisa menaikkan tarif dengan besaran perhitungan yang sebenarnya, dimana Kemenhub pun sebelumnya ikut terlibat menghitung besarannya. Kenaikan tersebut, lanjut Khoiri, untuk menjamin standarisasi keselamatan dan standarisasi pelayanan kenyamanan sebagai representatif bentuk tanggung jawab terhadap keselamatan dan kenyamanan transportasi laut.

"Kenapa tarif Angkutan penyeberangan didiskriminasikan bila dibanding dengan angkutan darat lainnya yang mengalami kenaikan, dimana angkutan darat logistik (truk) dibolehkan naik sebesar 25 persen-45 persen dan angkutan publik (bus) AKAP kelas ekonomi secara resmi dinaikkan sebesar 33 persen," kata Khoiri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement