Rabu 21 Sep 2022 19:59 WIB

Bincang Sore Republika Bahas Polemik RUU Sisdiknas

RUU tersebut dikatakan tidak mencerminkan karakteristik dari Indonesia.

Rep: Silvy Dian Setiawan/my43/ Red: Muhammad Fakhruddin
Dosen Universitas Ahmad Dahlan, Mhd Lailan Arqam menyampaikan paparan saat Bincang Sore Republika di Yogyakarta, Rabu (21/9/2022). Bincang sore ini membahas tentang polemik rancangan undang-undang (RUU) Sistem Pendidikan Nasional, utamanya terkait perguruan tinggi.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Dosen Universitas Ahmad Dahlan, Mhd Lailan Arqam menyampaikan paparan saat Bincang Sore Republika di Yogyakarta, Rabu (21/9/2022). Bincang sore ini membahas tentang polemik rancangan undang-undang (RUU) Sistem Pendidikan Nasional, utamanya terkait perguruan tinggi.

REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Bincang Sore Republika kembali digelar dengan membahas terkait polemik Rancangan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas), Rabu (21/9/2022). Bertemakan 'Quo Vadis RUU Sisdiknas (Konteks Perguruan Tinggi)', acara ini mendatangkan narasumber yakni dosen Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Lailan Arqam.

Arqam menilai RUU Sisdiknas tersebut liberal. Pasalnya, RUU tersebut dikatakan tidak mencerminkan karakteristik dari Indonesia.

Baca Juga

"Pekerjaan rumah terbesar negara, pendidikan Indonesia belum punya wajahnya seperti apa. Terbukti saat saya baca draf RUU, hemat saya ini sudah bukan Indonesia banget, bukan karakter Indonesia," kata Arqam.

Arqam menyebut, dalan draf RUU Sisdiknas, tolok ukur pendidikan selalu kepada sistem pendidikan internasional. RUU tersebut dikhawatirkan dapat mengubah identitas dan karakter Indonesia.

 

"Selalu tolak ukurnya internasional, apakah kita tidak punya wajah, tidak punya identitas sendiri, apa-apa diukur (dengan standar pendidikan internasional)," ujarnya.

Partisipasi publik sangat kurang dalam penyusunan RUU Sisdiknas ini. Bahkan, kata Arqam, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) tidak diikutkan pada awal penyusunan RUU.

"PGRI mengaku tidak diundang dari awal soal RUU ini, tapi hanya di akhir dan waktunya sudah mepet," kata Irqam menambahkan.

Arqam juga menyoroti beberapa hal lainya dalam RUU Sisdiknas, salah satunya terkait tingginya biaya akreditasi perguruan tinggi.

Proses akreditasi perguruan tinggi ditangani oleh Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM). Akreditasi melalui LAM, katanya, berbiaya tinggi yang bahkan mencapai Rp 50 juta.

"Dalam perspektif perguruan tinggi tampak liberalnya, kita ada Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM), bayarnya Rp 50 juga. Kalau universitas besar tidak ada masalah, tapi bagi (universitas) yang kecil-kecil, apalagi di daerah itu disamakan dan mereka harus pakai LAM," katanya.

Selain itu, Arqam juga menyoroti terkait tunjangan profesi guru dan dosen dalam RUU Sisdiknas. Sebab, dalam RUU Sisdiknas tidak disebutkan secara eksplisit aturan terkait tunjangan profesi guru dan dosen.

"Walaupun dikatakan Pak Menteri (Mendikbudristek bahwa tunjangan) tidak akan dihapus, tapi masyarakat kita orangnya curiga. Ini bukan sebatas persoalan tunjangan profesi, tapi kalau kita telusuri lebih mendalam perlu banyak hal dari RUU Sisdiknas yang kita periksa," ujar  Irqam.

Seperti diketahui, RUU Sisdiknas menimbulkan polemik dan penolakan dari berbagai kalangan masyarakat, termasuk stakeholder pendidikan. Hal ini berujung pada penarikan RUU tersebut dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2023.

"Karena DPR tidak ingin kerusuhan yang terjadi bertambah parah. Kami bersepakat kemudian untuk pemerintah, khususnya Mendikbud membuka ruang dialog dengan stakeholder secara luas," ujar Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Willy Aditya sata dihubungi, Rabu (21/9).

Setidaknya, ada lima fraksi yang menyatakan secara tegas menolak revisi UU Sisdiknas masuk ke Prolegnas Prioritas 2023, yakni Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Nasdem, Fraksi Partai Demokrat, dan Fraksi PKS, Fraksi PAN, dan Fraksi PPP. Anggota Baleg Fraksi Partai Golkar Christina Aryani mengatakan, revisi UU Sisdiknas telah menimbulkan gejolak di masyarakat, khususnya para pemangku kepentingan di bidang pendidikan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement